Masih ingatkah sanak akan lirik lagu grup band
Cokelat yang berjudul serupa kolom saya ini ? Salah satu baitnya berbunyi ”5
menit kita memilih untuk 5 tahun kala kita jalani.” Lagu yang disenandungkan
vocalis Kikan ini dirilis di kantor KPU pada pemilu 2009. Meski cukup lama
berlalu, lagu 5 menit untuk 5 tahun ini juga relevan dengan kondisi tiap daerah
yang akan melangsungkan Pilkada. Karena dimaksudkan mengajak pemilih agar tidak
Golput dan benar-benar mencermati kandidat yang akan dipilihnya.
Mari kita telisik lebih jauh,
makna tersirat di balik 5 menit untuk 5 tahun ini. Apa yang 5 menit, bagaimana
pula yang 5 tahun itu.
5 Menit Kita Memilih
Kurang lebih 5 menit waktu
yang kita perlukan selama berada di TPS. Mulai dari mendaftar, mendapatkan
lembar suara, menuju bilik suara, mencoblos lalu memasukan kertas suara ke
kotaknya, mencelupkan jari ke tinta, keluar TPS dan selesai. Semua proses
tersebut hanya menyita waktu berkisar 5 menit saja. Cukup singkat bukan?
Namun, tentulah memilih dan
memilah pemimpin tidak putus dalam masa 5 menit itu. Keyakinan akan pilihan
kita hendaknya sudah dimatangkan jauh-jauh hari. Mematut-matut pemimpin
janganlah ketika di dalam bilik suara saja, kemudian mencoblos asal jadi.
Janganlah pula akibat rayuan materi dari segelintir oknum, yang menyerakkan
uang alias serangan fajar. Sungguh malang Kota Pariaman ini, apabila faktor
pertimbangan kita dalam memilih walikota hanya sebatas berlimpahnya materi,
berserak-seraknya baliho atau janji-janji manis setinggi gunung yang diumbar
sang kandidat. Pandanglah calon walikota dan calon wakil walikota itu dari sisi
integritasnya ; karakter dan kualitas menyeluruh yang memang sepatutnya
dimiliki oleh seorang walikota dan wakil walikota.
Ibarat pepatah barat nun jauh
di seberang sana, no body is perfect,
tak ada manusia yang sempurna. Demikian pula halnya seluruh pasangan calon
walikota dan wakil walikota pariaman yang ada saat ini, tentulah memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Mengenal baik tiap kandidat tentu akan
semakin menguatkan keyakinan kita tatkala 5 menit berada di TPS nanti.
Di antara pasangan kandidat
yang telah ditetapkan KPU nomor urutnya pada 20 Juli 2013 lalu, pasangan nomor
5 yakni IJP-JOSS merupakan pasangan yang paling gencar mensosialisasikan diri
ke tengah masyarakat. Mulai dari penyebarluasan Tabloid Nangkodo Baru hingga
datang langsung ke rumah-rumah warga kota. Maklum saja, Indra J Piliang selama
ini lebih dikenal sebagai tokoh muda yang berkiprah di pentas politik nasional.
Di mata masyarakat, IJP merupakan putra terbaik ranah yang berhasil di rantau
dan memiliki peluang bersinar menjadi salah satu pemimpin bangsa ini kelak.
Terus terang, saya sendiri
mengagumi idealisme IJP jauh sebelum beliau melamar saya menjadi wakilnya dalam
Pilkada Kota Pariaman 2013 ini. Saya mengidolakan IJP karena
tulisan-tulisannya, keberaniannya bersikap dan tak terbawa arus, prinsipnya
membela kebenaran, mata tajam serta suara lantangnya saat berdialog di layar kaca.
Banyak orang yang menanyakan
bagaimana saya bertemu dengan IJP. Pertemuan saya dengan IJP terjadi tatkala
Hoyak Tabuik Piaman, 25 November 2012. Kami bersua di saksikan Tabuik Pasa dan
Subarang yang tegak gagah perkasa di hadapan para pejabat yang ada di pentas
utama. Saya ketika itu masih menjabat sebagai Kasat Pol PP Kota Pariaman,
bersama puluhan anggota Pol PP bertugas mengamankan prosesi Tabuik. Saya
memilih bertugas bersama anggota saya dan membaur dengan masyarakat di bawah
pentas utama.
Nah, di situlah IJP dan
rombongannya melintas, menerobos kepadatan massa, sayalah yang menegur IJP,
menyilakannya untuk duduk di salah satu kursi di pentas utama, namun IJP
menolak secara halus, ”di bawah sini lebih banyak rakyat,” katanya waktu itu.
Lalu kami mengobrol sekedarnya, dan di akhir perbincangan IJP merangkul saya,
lalu di hadapan handycam yang dibawa temannya, IJP mengatakan bahwa saya adalah
calon wakil walikotanya dalam Pilkada Kota Pariaman.
Meski kaget dengan pernyataan
beliau yang blak-blakan tersebut, saya tetap sadar diri bahwa tokoh sekaliber
IJP tak akan mungkin melirik seorang PNS seperti saya. Saya menepis jauh-jauh
rasa tersanjung yang sempat hinggap di sanubari ini. Saya bahkan nyaris
melupakan kejadian di acara Tabuik itu, hingga di suatu malam, di Bulan Maret
2013, melalui pesan di BBMnya, IJP benar-benar melamar saya sebagai calon wakil
walikotanya, ”Pak Kasat, kito maju Pilkada, Ba’a
?” IJP rupanya tak bercanda ketika acara Tabuik itu. Segera saya berdiskusi
kilat dengan istri, saya kirimkan jawaban singkat ke IJP, ”Siap Da..
Bismillah.”
Setelah malam itu, semuanya
berjalan cepat. Sejumlah anak-anak muda datang ke rumah saya keesokan hari,
membawa ratusan lembar persetujuan KTP, menerangkan prosedur persyaratan yang
harus dipenuhi untuk maju dari jalur independen. Agar lebih fokus dan tidak
mengganggu kinerja institusi Satpol PP, Saya pun mengajukan permohonan mundur
dari jabatan secara lisan dan tertulis kepada Walikota Pariaman, Bapak Mukhlis
Rahman di akhir Bulan Maret 2013. Alhamdullilah beliau menyetujuinya.
Selanjutnya pasangan IJP-JOSS
ini mendeklarasikan diri di Pulau Ansoduo, gerilya mencari KTP pendukung hingga
ke pelosok kota, serta melengkapi persyaratan lainnya yang ditentukan KPU.
Jalan yang kami pilih memang berliku, terjal mendaki penuh risiko, karena
memang begitulah perjuangan itu hendaknya, berpeluh-peluh, agar kita tahu
bersyukur akan nikmat di akhir perjuangan ini.
5 Tahun Kala Kita Jalani
Dalam pengharapan kita semua, akan seperti apa
rupa Kota Pariaman dalam masa 5 tahun ke depan ? dapatkah kita membayangkan
Pariaman menjadi kota yang tertata rapi, memiliki pasar-pasar yang bersih dan
nyaman, ekonomi masyarakat tumbuh dan berkembang baik, taman-taman yang teduh.
Rumah-rumah tua yang semula terbengkalai akan bernilai ekonomis dengan disulap
menjadi penginapan (home stay).
Kawasan wisata water front city yang
meliputi sungai, danau, pantai hingga pulau-pulau dikunjungi wisatawan. Di
sejumlah sudut kota tampak kelompok masyarakat seni yang memainkan alat musik
tradisional, melukis, berlatih menari hingga membuat souvenir. Anak-anak muda
yang aktif, tidak terjerumus maksiat, kebut-kebutan dan obat terlarang.
Universitas yang berdiri di tengah kota, hingga para birokrat yang
mengedepankan pengabdian. Pariaman seperti itukah yang kita inginkan?
Sanak saudara yang saya
cintai, bila benar serupa itu harapan kita akan pariaman 5 tahun ke depan, maka
itu berawal dari 5 menit kita di TPS. Cari dan pilihlah walikota dan wakil
walikota yang karakter, ilmu, pengalaman dan akses luasnya diyakini mampu
mewujudkan harapan kita tersebut. Boleh dikatakan, seluruh kandidat memiliki
program visi dan misi yang muluk dan positif, namun pertanyakan kembali, apakah
visi dan misinya sesuai dengan kemampuan kandidat itu dalam memimpin.
Kota Pariaman dalam 5 tahun ke
depan memerlukan figur pemimpin yang berani bertindak, pekerja keras, dan lebih
penting lagi memiliki komunikasi yang bagus dengan semua pihak, baik itu
masyarakat, pihak swasta, hingga akses luas di tingkat pusat. Visi dan misi bukanlah
pemanis bibir, yang sekedar dibacakan dalam sidang paripurna DPRD, bagi kami
pasangan IJP-JOSS visi dan misi merupakan tekad, tanggung jawab dan beban berat
yang mesti diuraikan dalam masa 5 tahun.
Namun yang terpenting, bagi
kami berdua adalah menjaga keharmonisan hubungan. Tak akan mungkin kami bisa
menjalin komunikasi dengan baik ke semua pihak, bila terjadi disharmonis antara
kami berdua. Pecah kongsi hanya akan membuat kebingungan di lingkungan
birokrasi, apalagi di kalangan masyarakat. Walikota dan wakil walikota ke depan
harus benar-benar sabiduak sadayuang,
bukannya sabiduak indak sadayuang.
Alamat biduak akan terombang-ambing tak tentu arah di tengah lautan.
Sanak saudara sekalian,
Pilkada Kota Pariaman, tidak terasa, hanya dalam hitungan hari lagi. Bukalah
hati dan pikiran kita, demi perubahan Kota Pariaman. Berikanlah kami
kepercayaan untuk memikul beban berat harapan sanak saudara semua di atas bahu
kokoh kami berdua.
Di TPS nanti, kembangkan
kertas suara lebar-lebar, ucapkan ”Bismillahirrahmannirrahim” dan cobloslah
nomor 5, demi Kota Pariaman 5 tahun ke depan.
*******
*Telah terbit di Tabloid Nangkodo Baru Edisi VI Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar