Senin, 20 Januari 2014

KENAIKAN GAJI DAN PROFESIONALITAS PNS*






Menarik headline news Padang Ekspres pada Senin 11 Januari 2010 kemarin. “2011 Gaji PNS Rp 5 Juta” demikian judul besar mengundang rasa penasaran PNS untuk membacanya, termasuk saya. Soal remunerasi selalu menjadi isu hangat dan menggembirakan di kalangan PNS. Kenaikan gaji, pemberian tunjangan segala macam, itu semua diberikan dengan asumsi demi meningkatkan profesionalisme sang PNS.
Hitung-hitungannya, dengan PNS yang semakin profesional akan berujung pada peningkatan pelayanan birokrasi. Namun disayangkan, bagaimana rumusan membentuk PNS yang profesional itu masih belum beranjak dari tataran teoritis. Sedangkan pada tataran aplikasinya justru yang terjadi adalah “Pintar Goblok Pendapatan Sama” atau ”Rajin Malas Penghasilan Sama”.
Profesionalisasi PNS, awalnya tentu tetap berpijak pada prioritas untuk meningkatkan kesejahteraan PNS -walaupun diakui, masih banyak rekan-rekan PNS yang ikhlas giat bekerja walau hanya dengan gaji jauh dari cukup- namun sebelum menerapkan reward and punisment, pemenuhan kebutuhan hakiki seorang PNS adalah hal utama. Kalau perlu PNS tidak perlu lagi sakit kepala karena memikirkan tempat tinggal, pakaian dinas, pendidikan anak, lauk pauk, kendaraan transportasi, biaya komunikasi, hingga kebutuhan untuk liburan. Semua kebutuhan sedemikian tercukupinya karena gaji yang diperoleh sangat besar.
Kalau dibandingkan dengan gaji pegawai swasta dari perusahaan menengah ke atas atau bahkan PNS di luar negeri, memang standar penggajian PNS di Indonesia masih tertinggal jauh, apalagi profesionalisme PNS-nya. Untuk itu secara bertahap perlu dipikirkan solusi guna mengatasi ketertinggalan tersebut. Karena saya percaya, persoalannya bukan terletak pada kecilnya pendapatan negara kita, tapi masalahnya adalah karena belum terwujudnya profesionalisasi PNS di negara ini secara menyeluruh.
Pemangkasan Birokrasi
Secara rasio, idealnya jumlah PNS dengan jumlah Penduduk adalah 1 : 100, artinya setiap satu orang PNS harus dapat melayani 100 orang masyarakat. Namun dengan jumlah PNS di Indonesia yang telah mencapai 4,83 juta jiwa dan jumlah penduduk Indonesia yang berkisar 231 juta jiwa, maka jumlah PNS yang ada saat ini sudah sangat melampaui jumlah ideal kebutuhan. Guna memenuhi idealisme ini, sebanyak 2,52 juta PNS harus dipangkas. 
Pada APBN tahun 2010 ini, alokasi belanja pegawai yang dianggarkan mencapai  16,03 % dari jumlah APBN, atau 161,7 trilyun dari 1.009 Trilyun. Sehingga kalau 2,52 juta PNS dipangkas, maka 84,5 Trilyun dari anggaran belanja pegawai dapat saja dialihkan untuk menambahkan gaji bagi 2,31 juta PNS sisanya yang masih aktif. Dengan tambahan 84,5 trilyun tersebut, diharapkan bisa memenuhi kebutuhan standar kehidupan PNS.
Konsekwensi logis setelah pencapaian jumlah PNS dengan jumlah penduduk yang ideal adalah perampingan struktur organisasi. Agar tidak terlalu banyak pejabat yang tidak memiliki bawahan, maka jabatan struktural dapat dikurangi dan dialihkan ke jabatan fungsional. Jabatan struktural yang terlalu berjenjang semakin memperlambat kinerja birokrasi. Beberapa SKPD tertentu seperti Bappeda, Badan Keuangan Daerah maupun Inspektorat hingga Dinas tertentu hendaknya diperkaya dengan jabatan fungsional dan kalau perlu menghapus jabatan struktural esselon IV.
Dengan pemangkasan jumlah PNS, perampingan struktur organisasi dan memperbanyak jabatan fungsional selain menghambat beberapa pemborosan dan peluang KKN juga diharapkan akan membentuk birokrasi yang cepat dan tangkas dalam melayani masyarakat. Efeisiensi yang dihasilkan dari hal ini dapat dipergunakan untuk penambahan gaji PNS yang besar serta pemberian pesangon yang juga besar bagi PNS yang terkena pemangkasan. 
What next ? Berbicara soal mewujudkan profesionalisme tidak saja berpikir bagaimana memberikan remunerasi yang lebih dari cukup pada seorang PNS. Reward and punisment harus diterapkan. Apresiasi berupa penghargaan bagi PNS yang berprestasi, dan pemberian sangsi tegas bagi PNS yang bersalah, harus mampu memberikan motivasi bagi PNS dalam bekerja.
Untuk itu, legalitas kejelasan reward and punisment selayaknya menjadi bahan pemikiran bagi Kementerian Pendayagunaan dan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI dalam merevisi PP 30/1980 tentang Peraturan Disiplin PNS. Kriteria acuan penilaian dalam menghitung besaran reward and punisment dapat dihitung dengan jelas dalam revisi tersebut. Sebagai contoh ; Beban Kerja, Resiko Kerja, Capaian Target Kinerja, Disiplin Kerja, hingga Prestasi Kerja dapat dijadikan acuan dalam memberikan reward and punisment.
Profesionalisasi PNS, memang tidak semudah diucapkan, namun juga tidak mustahil untuk mencapainya. Semoga di tengah keseriusan pemerintah untuk merevisi PP 30/1980 melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mempunyai kemauan dan kemampuan serta keberanian dalam menciptakan terobosan di tubuh PNS.

*******



 *Telah Terbit di Padang Ekspres dan Posmetro, Kamis 14 Januari 2010



Tidak ada komentar:

Posting Komentar