Menarik headline news Padang Ekspres pada Senin 11
Januari 2010 kemarin. “2011 Gaji PNS Rp 5 Juta” demikian judul besar mengundang
rasa penasaran PNS untuk membacanya, termasuk saya. Soal remunerasi selalu
menjadi isu hangat dan menggembirakan di kalangan PNS. Kenaikan gaji, pemberian
tunjangan segala macam, itu semua diberikan dengan asumsi demi meningkatkan profesionalisme
sang PNS.
Hitung-hitungannya, dengan PNS yang
semakin profesional akan berujung pada peningkatan pelayanan birokrasi. Namun
disayangkan, bagaimana rumusan membentuk PNS yang profesional itu masih belum
beranjak dari tataran teoritis. Sedangkan pada tataran aplikasinya justru yang
terjadi adalah “Pintar Goblok Pendapatan Sama” atau ”Rajin Malas Penghasilan
Sama”.
Profesionalisasi PNS, awalnya tentu tetap
berpijak pada prioritas untuk meningkatkan kesejahteraan PNS -walaupun diakui,
masih banyak rekan-rekan PNS yang ikhlas giat bekerja walau hanya dengan gaji
jauh dari cukup- namun sebelum menerapkan reward
and punisment, pemenuhan kebutuhan hakiki seorang PNS adalah hal utama.
Kalau perlu PNS tidak perlu lagi sakit kepala karena memikirkan tempat tinggal,
pakaian dinas, pendidikan anak, lauk pauk, kendaraan transportasi, biaya
komunikasi, hingga kebutuhan untuk liburan. Semua kebutuhan sedemikian
tercukupinya karena gaji yang diperoleh sangat besar.
Kalau dibandingkan dengan gaji pegawai
swasta dari perusahaan menengah ke atas atau bahkan PNS di luar negeri, memang
standar penggajian PNS di Indonesia masih tertinggal jauh, apalagi
profesionalisme PNS-nya. Untuk itu secara bertahap perlu dipikirkan solusi guna
mengatasi ketertinggalan tersebut. Karena saya percaya, persoalannya bukan
terletak pada kecilnya pendapatan negara kita, tapi masalahnya adalah karena
belum terwujudnya profesionalisasi PNS di negara ini secara menyeluruh.
Pemangkasan Birokrasi
Secara rasio, idealnya jumlah PNS dengan jumlah Penduduk
adalah 1 : 100, artinya setiap satu orang PNS harus dapat melayani 100 orang
masyarakat. Namun dengan jumlah PNS di Indonesia yang telah mencapai 4,83 juta
jiwa dan jumlah penduduk Indonesia yang berkisar 231 juta jiwa, maka jumlah PNS
yang ada saat ini sudah sangat melampaui jumlah ideal kebutuhan. Guna memenuhi
idealisme ini, sebanyak 2,52 juta PNS harus dipangkas.
Pada APBN tahun 2010 ini, alokasi belanja
pegawai yang dianggarkan mencapai 16,03
% dari jumlah APBN, atau 161,7 trilyun dari 1.009 Trilyun. Sehingga kalau 2,52
juta PNS dipangkas, maka 84,5 Trilyun dari anggaran belanja pegawai dapat saja
dialihkan untuk menambahkan gaji bagi 2,31 juta PNS sisanya yang masih aktif.
Dengan tambahan 84,5 trilyun tersebut, diharapkan bisa memenuhi kebutuhan
standar kehidupan PNS.
Konsekwensi logis setelah pencapaian
jumlah PNS dengan jumlah penduduk yang ideal adalah perampingan struktur
organisasi. Agar tidak terlalu banyak pejabat yang tidak memiliki bawahan, maka
jabatan struktural dapat dikurangi dan dialihkan ke jabatan fungsional. Jabatan
struktural yang terlalu berjenjang semakin memperlambat kinerja birokrasi.
Beberapa SKPD tertentu seperti Bappeda, Badan Keuangan Daerah maupun
Inspektorat hingga Dinas tertentu hendaknya diperkaya dengan jabatan fungsional
dan kalau perlu menghapus jabatan struktural esselon IV.
Dengan pemangkasan jumlah PNS, perampingan
struktur organisasi dan memperbanyak jabatan fungsional selain menghambat
beberapa pemborosan dan peluang KKN juga diharapkan akan membentuk birokrasi
yang cepat dan tangkas dalam melayani masyarakat. Efeisiensi yang dihasilkan
dari hal ini dapat dipergunakan untuk penambahan gaji PNS yang besar serta
pemberian pesangon yang juga besar bagi PNS yang terkena pemangkasan.
What
next ? Berbicara soal
mewujudkan profesionalisme tidak saja berpikir bagaimana memberikan remunerasi
yang lebih dari cukup pada seorang PNS. Reward
and punisment harus diterapkan. Apresiasi berupa penghargaan bagi PNS yang
berprestasi, dan pemberian sangsi tegas bagi PNS yang bersalah, harus mampu
memberikan motivasi bagi PNS dalam bekerja.
Untuk itu, legalitas kejelasan reward and punisment selayaknya menjadi
bahan pemikiran bagi Kementerian Pendayagunaan dan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi RI dalam merevisi PP 30/1980 tentang Peraturan Disiplin
PNS. Kriteria acuan penilaian dalam menghitung besaran reward and punisment dapat dihitung dengan jelas dalam revisi
tersebut. Sebagai contoh ; Beban Kerja, Resiko Kerja, Capaian Target Kinerja,
Disiplin Kerja, hingga Prestasi Kerja dapat dijadikan acuan dalam memberikan reward and punisment.
Profesionalisasi
PNS, memang tidak semudah diucapkan, namun juga tidak mustahil untuk
mencapainya. Semoga di tengah keseriusan pemerintah untuk merevisi PP 30/1980
melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
mempunyai kemauan dan kemampuan serta keberanian dalam menciptakan terobosan di
tubuh PNS.
*******
*Telah Terbit di Padang Ekspres dan Posmetro, Kamis 14 Januari
2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar