Bagi Kota Pariaman, sudah tak asing lagi bila
dalam menyambut hari kemenangan lebaran dengan menyelenggarakan pesta pantai.
Pesta pantai ini biasanya dimulai pada hari kedua Idul Fitri hingga ditutup
pada hari minggu. Adapun aktivitas pesta pantai ini layaknya pesta hiburan
rakyat lainnya, yakni adanya hiburan kesenian, berbagai dagangan, permainan
anak-anak, aneka jajanan kuliner serta fasilitasi kunjungan ke Pulau Ansoduo.
Pada tahun 2010 yang lalu, Pesta Pantai
Pariaman diadakan dari Pantai Gandoriah hingga Pantai Cermin. Selain diramaikan
dengan aktivitas tersebut di atas, pesta pantai tahun lalu juga lebih lengkapi
dengan banyaknya permainan seperti outbond, dan kereta wisata. Pesta pantai
tahun 2010 juga bertepatan sebagai momen kebangkitan Kota Pariaman pasca
bencana gempa bumi 30 September 2009.
Untuk tahun 2011 ini, dari segi waktu, pesta
pantai dimulai pada tanggal 31 Agustus 2011 hingga berakhir pada 4 September
2011 yakni selama 5 hari. Walaupun berdurasi cukup pendek, namun dari segi
lokasi penyelenggaraan diperluas yakni dari Pantai Gandoriah-Pantai Cermin
hingga ke Pantai Kata. Hal ini diharapkan sebagai upaya memecah konsentrasi
massa yang terlalu menumpuk di Pantai Gandoriah, serta tentunya demi lebih
banyak lagi melibatkan masyarakat setempat yang ingin berjual-beli.
Terhadap masukan yang telah diutarakan
sdr.Syofyan (Dosen Universitas Andalas Padang) dalam artikel-artikelnya yang
berjudul beda namun isinya persis sama yakni;
Dimensi Budaya Pesta Pantai (Singgalang, Sabtu 13 Agustus 2011) dan
Pesta Pantai yang Bernuansa Islami (Singgalang, Minggu 14 Agustus 2011)
tentulah merupakan masukan yang sangat berarti bagi kami, terutama di Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pariaman dalam penyelenggaraan Pesta Pantai.
Oleh sebab itu kami sampaikan terimakasih.
Adapun beberapa pertanyaan dan kesedihan
Sdr Syofyan, sebagaimana saya kutip sebagai berikut ”lihat saja, estimasi yang disampaikan tahun 2010 kemaren yang
menyebutkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Pariaman selama sepekan
pelaksanaan pesta pantai diperkirakan mencapai ratusan ribu orang. Tiap harinya
diperkirakan ada sekitar 25 ribu hingga 30 ribu wisatawan yang datang ke lokasi
pesta pantai”, dapat saya tanggapi sebagai berikut :
1.
Sangat
disayangkan bahwa sepanjang artikel saudara tidak menyebutkan sumber data,
maupun kutipan yang jelas sebagai dasar bagi saudara dalam memberi pernyataan
di atas. Namun kalau saya koreksi kembali, bahwa tidak ada pernyataan dari
pemko yang menyebutkan bahwa yang berdatangan ke pesta pantai merupakan
wisatawan sebagaimana yang saudara sebutkan dalam artikel saudara di atas.
Kalau mau lebih teliti lagi, kami lebih memilih istilah ’pengunjung’ kepada
orang-orang yang berdatangan saat pesta pantai daripada menyebut mereka
’wisatawan’. Hal ikhwal mengenai maksud kedua istilah tersebut tentulah
memiliki arti yang jauh berbeda. Setiap wisatawan adalah pengunjung, namun
tidak sebaliknya. Itulah sebabnya istilah pengunjung lebih tepat dipergunakan
terhadap orang-orang yang berdatangan saat pesta pantai tersebut.
2.
Soal
istilah ’pesta’ dalam pesta pantai yang menurut saudara kurang tepat (sekali
lagi, sangat disayangkan saudara tidak berikan masukan apa yang tepat) karena menurut saudara, yang namanya pesta
lebih terkesan hura-hura, yang dominan diisi anak muda. Saya tanggapi dengan
pertanyaan, kalau begitu apakah pesta dalam pesta demokrasi, pesta rakyat,
pesta panen atau pesta olahraga apakah bersifat hura-hura, dan dominan anak
muda?
3.
Selanjutnya
soal hitung-hitungan jumlah pengunjung Pesta Pantai yang menurut saudara Sofyan
harusnya berjumlah pasti dan akurat (sayangnya hingga akhir artikelnya, beliau
tidak memberitahu metode penghitungannya). Atau paling tidak saudara Sofyan
bisalah memberikan rekomendasi daerah mana saja yang dapat menghitung secara
akurat jumlah pengunjung/wisatawan yang datang ke objek wisatanya terutama
objek wisata pantai.
Di Pantai Kuta Bali, dapatlah kita coba jadikan
barometer acuan, karena kesohoran pantai ini telah mendunia dan pastilah
pemerintahnya memiliki metode yang jelas dan tepat untuk menghitung pengunjung
khusus di Pantai Kuta. Namun tidak pada kenyataannya, mereka tetap saja memakai
kata-kata ”diperkirakan”, ”rata-rata” atau ”berkisar” sebelum menyebutkan
jumlah pengunjung yang datang ke Pantai Kuta.
Demikian pula Pemda Makasar menyebutkan jumlah pengunjung ke Pantai
Losari, bahkan di DKI Jakarta sekalipun tak bisa menyampaikan angka pasti
jumlah pengunjung ke Pantai Ancol. Mengapa ini terjadi ?
Saya berpendapat, objek wisata seperti
pantai tidak bisa kita sama-ratakan penghitungannya dengan pengunjung hotel,
diskotik, bioskop atau objek wisata lainnya yang memakai karcis atau harus
mendaftar diri terlebih dahulu. Kalau seperti ini, sangatlah mudah menghitung
berapa pengunjung yang telah masuk. Tapi apakah terhadap pengunjung pantai
khususnya di Pesta Pantai Pariaman bisa dilakukan?
Sistem pungutan karcis terhadap pengunjung
Pesta Pantai Pariaman pernah juga dilakukan. Namun hal ini ternyata bukan
sebuah solusi untuk memastikan jumlah pengunjung yang hadir. Karena petugas
kebanyakan mempunyai hubungan kekerabatan dengan pengunjung yang akan dimintai
karcisnya. Alhasil, muncul kesenjangan dan kecemburuan antar pengunjung.
Anggaplah petugas tegas-tegas menjalankan
fungsinya memberikan satu karcis untuk satu orang. Namun pada kenyataannya
pengunjung dapat masuk dan datang dari arah mana saja. Mereka dapat masuk dari
sela-sela rumah penduduk, menyeberang pantai, menyelinap berhimpitan masuk,
melalui pintu samping masjid dan banyak cara lainnya untuk masuk ke lokasi
pesta pantai.
Lalu apakah karena itu, kita perbanyak
petugas untuk ditempatkan di daerah yang sering kebobolan. Untuk apa? Hanya
agar pengunjung terdata jelas dan tepat berapa jumlahnya? Alih-alih mencapai
hal ini, bisa-bisa tidak ada orang yang datang ke Pesta Pantai Pariaman. Para
wisatawan yang datang dari Luar Kota Pariaman lebih memilih menikmati Pantai
Padang atau objek wisata lainnya di Sumbar yang tidak terlalu ribet
memasukinya. Kalau seperti ini tentu masyarakat Pariaman jualah yang paling
dirugikan.
Itulah sebabnya, Pesta Pantai beberapa
tahun belakangan ini membebaskan biaya karcis masuk alias gratis. Biarlah
alasan pendataan pengunjung maupun alasan demi mendongrak PAD dikesampingkan,
asalkan para pengunjung dapat santai dan bebas menikmati aneka permainan,
dagangan dan kuliner di Pesta Pantai.
Namun demikian, penghitungan jumlah
pengunjung jugalah penting, walau hanya secara estimasi, kita dapat
menghitungnya dari jumlah pengunjung yang datang dengan kereta api, jumlah
kendaraan roda 2 dan 4 yang berada di parkiran, atau dari sejumlah petugas
pendata di lapangan.
Beberapa saran cemerlang dari saudara
Sofyan seperti soal hiburan yang masih kurang islami memang jadi catatan
penting bagi perbaikan penyelenggaraan pesta pantai tahun ini dan ke depan.
Demikian pula halnya dengan asumsi maraknya perdagangan miras tentu perlu lebih
cermat diawasi oleh aparat terkait saat di lapangan. Keselamatan dan keamanan
pengunjung ke Pulau Ansoduo, kepastian tidak adanya main pakuak atau penentuan harga makanan semena-mena dari pedagang dan
kebersihan lokasi selama Pesta Pantai adalah prioritas utama yang perlu menjadi
perhatian serius seluruh pihak.
Tapi yang jelas, meramaikan Pesta Pantai
Pariaman adalah tekad bersama, makin ramai dan lama orang datang berkunjung,
maka makin banyak yang dibelanjakannya.
*******
*Telah Terbit di Harian Pagi
Singgalang, Sabtu 27 Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar