Senin, 20 Januari 2014

MERAMAIKAN PESTA PANTAI PARIAMAN 2011*





Bagi Kota Pariaman, sudah tak asing lagi bila dalam menyambut hari kemenangan lebaran dengan menyelenggarakan pesta pantai. Pesta pantai ini biasanya dimulai pada hari kedua Idul Fitri hingga ditutup pada hari minggu. Adapun aktivitas pesta pantai ini layaknya pesta hiburan rakyat lainnya, yakni adanya hiburan kesenian, berbagai dagangan, permainan anak-anak, aneka jajanan kuliner serta fasilitasi kunjungan ke Pulau Ansoduo.
Pada tahun 2010 yang lalu, Pesta Pantai Pariaman diadakan dari Pantai Gandoriah hingga Pantai Cermin. Selain diramaikan dengan aktivitas tersebut di atas, pesta pantai tahun lalu juga lebih lengkapi dengan banyaknya permainan seperti outbond, dan kereta wisata. Pesta pantai tahun 2010 juga bertepatan sebagai momen kebangkitan Kota Pariaman pasca bencana gempa bumi 30 September 2009.
Untuk tahun 2011 ini, dari segi waktu, pesta pantai dimulai pada tanggal 31 Agustus 2011 hingga berakhir pada 4 September 2011 yakni selama 5 hari. Walaupun berdurasi cukup pendek, namun dari segi lokasi penyelenggaraan diperluas yakni dari Pantai Gandoriah-Pantai Cermin hingga ke Pantai Kata. Hal ini diharapkan sebagai upaya memecah konsentrasi massa yang terlalu menumpuk di Pantai Gandoriah, serta tentunya demi lebih banyak lagi melibatkan masyarakat setempat yang ingin berjual-beli.
Terhadap masukan yang telah diutarakan sdr.Syofyan (Dosen Universitas Andalas Padang) dalam artikel-artikelnya yang berjudul beda namun isinya persis sama yakni;  Dimensi Budaya Pesta Pantai (Singgalang, Sabtu 13 Agustus 2011) dan Pesta Pantai yang Bernuansa Islami (Singgalang, Minggu 14 Agustus 2011) tentulah merupakan masukan yang sangat berarti bagi kami, terutama di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pariaman dalam penyelenggaraan Pesta Pantai. Oleh sebab itu kami sampaikan terimakasih.
Adapun beberapa pertanyaan dan kesedihan Sdr Syofyan, sebagaimana saya kutip sebagai berikut ”lihat saja, estimasi yang disampaikan tahun 2010 kemaren yang menyebutkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Pariaman selama sepekan pelaksanaan pesta pantai diperkirakan mencapai ratusan ribu orang. Tiap harinya diperkirakan ada sekitar 25 ribu hingga 30 ribu wisatawan yang datang ke lokasi pesta pantai”, dapat saya tanggapi sebagai berikut :
1.         Sangat disayangkan bahwa sepanjang artikel saudara tidak menyebutkan sumber data, maupun kutipan yang jelas sebagai dasar bagi saudara dalam memberi pernyataan di atas. Namun kalau saya koreksi kembali, bahwa tidak ada pernyataan dari pemko yang menyebutkan bahwa yang berdatangan ke pesta pantai merupakan wisatawan sebagaimana yang saudara sebutkan dalam artikel saudara di atas. Kalau mau lebih teliti lagi, kami lebih memilih istilah ’pengunjung’ kepada orang-orang yang berdatangan saat pesta pantai daripada menyebut mereka ’wisatawan’. Hal ikhwal mengenai maksud kedua istilah tersebut tentulah memiliki arti yang jauh berbeda. Setiap wisatawan adalah pengunjung, namun tidak sebaliknya. Itulah sebabnya istilah pengunjung lebih tepat dipergunakan terhadap orang-orang yang berdatangan saat pesta pantai tersebut.
2.         Soal istilah ’pesta’ dalam pesta pantai yang menurut saudara kurang tepat (sekali lagi, sangat disayangkan saudara tidak berikan masukan apa yang tepat)  karena menurut saudara, yang namanya pesta lebih terkesan hura-hura, yang dominan diisi anak muda. Saya tanggapi dengan pertanyaan, kalau begitu apakah pesta dalam pesta demokrasi, pesta rakyat, pesta panen atau pesta olahraga apakah bersifat hura-hura, dan dominan anak muda?
3.         Selanjutnya soal hitung-hitungan jumlah pengunjung Pesta Pantai yang menurut saudara Sofyan harusnya berjumlah pasti dan akurat (sayangnya hingga akhir artikelnya, beliau tidak memberitahu metode penghitungannya). Atau paling tidak saudara Sofyan bisalah memberikan rekomendasi daerah mana saja yang dapat menghitung secara akurat jumlah pengunjung/wisatawan yang datang ke objek wisatanya terutama objek wisata pantai.
Di Pantai Kuta Bali, dapatlah kita coba jadikan barometer acuan, karena kesohoran pantai ini telah mendunia dan pastilah pemerintahnya memiliki metode yang jelas dan tepat untuk menghitung pengunjung khusus di Pantai Kuta. Namun tidak pada kenyataannya, mereka tetap saja memakai kata-kata ”diperkirakan”, ”rata-rata” atau ”berkisar” sebelum menyebutkan jumlah pengunjung yang datang ke Pantai Kuta.   Demikian pula Pemda Makasar menyebutkan jumlah pengunjung ke Pantai Losari, bahkan di DKI Jakarta sekalipun tak bisa menyampaikan angka pasti jumlah pengunjung ke Pantai Ancol. Mengapa ini terjadi ?
Saya berpendapat, objek wisata seperti pantai tidak bisa kita sama-ratakan penghitungannya dengan pengunjung hotel, diskotik, bioskop atau objek wisata lainnya yang memakai karcis atau harus mendaftar diri terlebih dahulu. Kalau seperti ini, sangatlah mudah menghitung berapa pengunjung yang telah masuk. Tapi apakah terhadap pengunjung pantai khususnya di Pesta Pantai Pariaman bisa dilakukan?
Sistem pungutan karcis terhadap pengunjung Pesta Pantai Pariaman pernah juga dilakukan. Namun hal ini ternyata bukan sebuah solusi untuk memastikan jumlah pengunjung yang hadir. Karena petugas kebanyakan mempunyai hubungan kekerabatan dengan pengunjung yang akan dimintai karcisnya. Alhasil, muncul kesenjangan dan kecemburuan antar pengunjung.
Anggaplah petugas tegas-tegas menjalankan fungsinya memberikan satu karcis untuk satu orang. Namun pada kenyataannya pengunjung dapat masuk dan datang dari arah mana saja. Mereka dapat masuk dari sela-sela rumah penduduk, menyeberang pantai, menyelinap berhimpitan masuk, melalui pintu samping masjid dan banyak cara lainnya untuk masuk ke lokasi pesta pantai.
Lalu apakah karena itu, kita perbanyak petugas untuk ditempatkan di daerah yang sering kebobolan. Untuk apa? Hanya agar pengunjung terdata jelas dan tepat berapa jumlahnya? Alih-alih mencapai hal ini, bisa-bisa tidak ada orang yang datang ke Pesta Pantai Pariaman. Para wisatawan yang datang dari Luar Kota Pariaman lebih memilih menikmati Pantai Padang atau objek wisata lainnya di Sumbar yang tidak terlalu ribet memasukinya. Kalau seperti ini tentu masyarakat Pariaman jualah yang paling dirugikan.
Itulah sebabnya, Pesta Pantai beberapa tahun belakangan ini membebaskan biaya karcis masuk alias gratis. Biarlah alasan pendataan pengunjung maupun alasan demi mendongrak PAD dikesampingkan, asalkan para pengunjung dapat santai dan bebas menikmati aneka permainan, dagangan dan kuliner di Pesta Pantai.
Namun demikian, penghitungan jumlah pengunjung jugalah penting, walau hanya secara estimasi, kita dapat menghitungnya dari jumlah pengunjung yang datang dengan kereta api, jumlah kendaraan roda 2 dan 4 yang berada di parkiran, atau dari sejumlah petugas pendata di lapangan.
Beberapa saran cemerlang dari saudara Sofyan seperti soal hiburan yang masih kurang islami memang jadi catatan penting bagi perbaikan penyelenggaraan pesta pantai tahun ini dan ke depan. Demikian pula halnya dengan asumsi maraknya perdagangan miras tentu perlu lebih cermat diawasi oleh aparat terkait saat di lapangan. Keselamatan dan keamanan pengunjung ke Pulau Ansoduo, kepastian tidak adanya main pakuak atau penentuan harga makanan semena-mena dari pedagang dan kebersihan lokasi selama Pesta Pantai adalah prioritas utama yang perlu menjadi perhatian serius seluruh pihak.
Tapi yang jelas, meramaikan Pesta Pantai Pariaman adalah tekad bersama, makin ramai dan lama orang datang berkunjung, maka makin banyak yang dibelanjakannya.

*******

*Telah Terbit di Harian Pagi Singgalang, Sabtu 27 Agustus 2011







Tidak ada komentar:

Posting Komentar