Senin, 20 Januari 2014

CAMAT HARUS SARJANA PEMERINTAHAN*







Setelah hampir empat tahun sejak Undang-undang 32 Tahun 2004 ditetapkan, akhirnya sebagai pedoman yang lebih rinci untuk pasal 126 ayat 1 dan 7 Undang-Undang Otonomi Daerah itu, maka lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan yang telah di tanda tangani oleh Presiden SBY pada tanggal 28 Februari 2008.
PP No 19/2008 tentang Kecamatan menjelaskan secara detail segala hal tentang kecamatan. Mulai dari pembentukan, penghapusan dan penggabungan kecamatan; kedudukan, tugas dan kewenangan; susunan organisasi; persyaratan camat; tata kerja dan hubungan kerja; perencanaan kecamatan; pembinaan dan pengawasan; hingga masalah pendanaan kecamatan. Namun, dalam artikel ini penulis lebih memfokuskan diri pada persyaratan camat yang terkait dengan kedudukan, tugas dan kewenangannya.
Dalam pasal 25 PP No 19/2008, telah dinyatakan secara tegas bahwa persyaratan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk menduduki jabatan sebagai camat haruslah menguasai bidang ilmu pemerintahan yang dibuktikan dengan ijazah diploma/sarjana pemerintahan dan pernah bertugas di desa, kelurahan atau kecamatan paling lama 2 tahun.
Adanya peraturan tegas ini mulai menunjukkan bahwa pemerintah mulai serius dalam melihat jabatan camat. Sebelumnya, belum ada peraturan -minimal setingkat PP- yang menyatakan secara tegas   persyaratan untuk mendudukan seseorang dalam posisi camat. Sehingga beberapa camat justru dijabat oleh PNS yang berlatar belakang pendidikan di luar bidang pemerintahan.
Padahal camat merupakan jabatan yang tidak main-main, sebagian besar fungsi pelayanan kemasyarakatan yang dijalankan birokrasi berada di kecamatan. Mulai dari urusan kelahiran, masuk sekolah, pernikahan, buka usaha, pindah rumah, tawuran warga, sengketa tanah, kemalingan hingga kematian serta banyak lagi dan semuanya dibawah koordinasi camat.  Camat adalah pemimpin di wilayah kecamatan sehingga seorang camat seharusnya menguasai pengetahuan managerial di bidang pemerintahan.
Selain menekankan pengusaan pengetahuan teknis pemerintahan, seorang calon camat juga harus memenuhi persyaratan pernah mengabdi di desa, kelurahan atau kecamatan paling cepat 2 tahun. Artinya walaupun seorang calon camat sudah terbukti lulusan sarjana pemerintahan namun belum pernah bertugas minimal 2 tahun di desa, kelurahan atau kecamatan, maka belumlah pas untuk diangkat sebagai camat.
Pada dasarnya, camat berfungsi sebagai penyelenggara tugas umum pemerintahan, yang meliputi : mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas umum; mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.   
Dengan ditetapkannya PP No 19/2008 tentang Kecamatan, semakin jelas bahwa camat adalah jabatan yang sangat komplek dan strategis, karena selain melaksanakan tugas umum pemerintahan camat juga harus melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek: perizinan, rekomendasi, koordinasi, pembinaan, pengawasan, fasilitasi, penetapan, penyelenggaraan dan kewenangan lain yang dilimpahkan.
Bagaimana bila sebuah daerah tidak memiliki sarjana pemerintahan untuk diangkat sebagai camat? Atau tidak memiliki stok kader camat yang cukup? Maka sebagaimana Pasal 26, bahwa bupati/walikota dapat mengangkat PNS yang bukan lulusan sarjana pemerintahan menjadi camat sepanjang yang bersangkutan telah mengikuti pendidikan teknis pemerintahan dan memiliki sertifikat kelulusan.
Bagi PNS yang saat ini menjabat sebagai camat namun bukan berlatar pendidikan sarjana pemerintahan juga tak luput dari penegasan PP No 19/2008 ini. Pada pasal 37 menyebutkan bahwa PNS dimaksud diharuskan pula mengikuti pendidikan teknis pemerintahan yang pengaturan lebih lanjut akan ditetapkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri (permendagri).
Dari sekian banyak pasal yang mengatur mengenai kecamatan pada  PP No 19/2008 ini, masih ditemukan beberapa celah terutama pada soal pengaturan pendidikan teknis pemerintahan bagi camat atau calon camat yang bukan dari sarjana pemerintahan. Semoga Menteri Dalam Negeri segera menyikapinya dengan mengatur lebih lanjut mengenai tata cara pendidikan teknis pemerintahan tersebut.
Namun di luar itu semua, tidak hanya pada jabatan camat, idealnya dalam dalam meletakkan seorang PNS dalam sebuah jabatan kiranya tidak terlepas dari latar belakang pendidikan, prestasi, sanksi yang pernah diterimanya dan pengalaman kerja PNS tersebut.
Bukan zamannya lagi menempatkan PNS berdasarkan penilaian emosional, lobi kanan-kiri atau bernuansa KKN. Prinsip “the right man on right place” juga jangan hanya dijadikan bahan pidato, namun lebih dari itu perlu segera diaplikasikan dalam tatanan birokrasi pemerintahan yang lebih baik.

*******


* Telah Dimuat di Harian Pagi Singgalang, Rabu 23 April 2008









Tidak ada komentar:

Posting Komentar