Setelah hampir
empat tahun sejak Undang-undang 32 Tahun 2004 ditetapkan, akhirnya sebagai
pedoman yang lebih rinci untuk pasal 126 ayat 1 dan 7 Undang-Undang Otonomi
Daerah itu, maka lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang
Kecamatan yang telah di tanda tangani oleh Presiden SBY pada tanggal 28
Februari 2008.
PP No 19/2008 tentang Kecamatan
menjelaskan secara detail segala hal tentang kecamatan. Mulai dari pembentukan,
penghapusan dan penggabungan kecamatan; kedudukan, tugas dan kewenangan;
susunan organisasi; persyaratan camat; tata kerja dan hubungan kerja;
perencanaan kecamatan; pembinaan dan pengawasan; hingga masalah pendanaan
kecamatan. Namun, dalam artikel ini penulis lebih memfokuskan diri pada
persyaratan camat yang terkait dengan kedudukan, tugas dan kewenangannya.
Dalam pasal 25 PP No 19/2008, telah
dinyatakan secara tegas bahwa persyaratan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS)
untuk menduduki jabatan sebagai camat haruslah menguasai bidang ilmu
pemerintahan yang dibuktikan dengan ijazah diploma/sarjana pemerintahan dan
pernah bertugas di desa, kelurahan atau kecamatan paling lama 2 tahun.
Adanya peraturan tegas ini mulai
menunjukkan bahwa pemerintah mulai serius dalam melihat jabatan camat.
Sebelumnya, belum ada peraturan -minimal setingkat PP- yang menyatakan secara
tegas persyaratan untuk mendudukan
seseorang dalam posisi camat. Sehingga beberapa camat justru dijabat
oleh PNS yang berlatar belakang pendidikan di luar bidang pemerintahan.
Padahal
camat merupakan jabatan yang tidak main-main, sebagian besar fungsi pelayanan
kemasyarakatan yang dijalankan birokrasi berada di kecamatan. Mulai dari urusan
kelahiran, masuk sekolah, pernikahan, buka usaha, pindah rumah, tawuran warga,
sengketa tanah, kemalingan hingga kematian serta banyak lagi dan semuanya
dibawah koordinasi camat. Camat adalah
pemimpin di wilayah kecamatan sehingga seorang camat seharusnya menguasai
pengetahuan managerial di bidang pemerintahan.
Selain
menekankan pengusaan pengetahuan teknis pemerintahan, seorang calon camat juga
harus memenuhi persyaratan pernah mengabdi di desa, kelurahan atau kecamatan
paling cepat 2 tahun. Artinya walaupun seorang calon camat sudah terbukti
lulusan sarjana pemerintahan namun belum pernah bertugas minimal 2 tahun di
desa, kelurahan atau kecamatan, maka belumlah pas untuk diangkat sebagai camat.
Pada
dasarnya, camat berfungsi sebagai penyelenggara tugas umum pemerintahan, yang
meliputi : mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; mengoordinasikan
upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; mengoordinasikan penerapan
dan penegakan peraturan perundang-undangan; mengoordinasikan pemeliharaan
prasarana dan fasilitas umum; mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan di tingkat kecamatan; membina penyelenggaraan pemerintahan desa
dan/atau kelurahan; dan melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang
lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau
kelurahan.
Dengan
ditetapkannya PP No 19/2008 tentang Kecamatan, semakin jelas bahwa camat adalah
jabatan yang sangat komplek dan strategis, karena selain melaksanakan tugas
umum pemerintahan camat juga harus melaksanakan kewenangan pemerintahan yang
dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi
daerah, yang meliputi aspek: perizinan, rekomendasi, koordinasi, pembinaan,
pengawasan, fasilitasi, penetapan, penyelenggaraan dan kewenangan lain yang
dilimpahkan.
Bagaimana
bila sebuah daerah tidak memiliki sarjana pemerintahan untuk diangkat sebagai
camat? Atau tidak memiliki stok kader camat yang cukup? Maka sebagaimana Pasal
26, bahwa bupati/walikota dapat mengangkat PNS yang bukan lulusan sarjana
pemerintahan menjadi camat sepanjang yang bersangkutan telah mengikuti
pendidikan teknis pemerintahan dan memiliki sertifikat kelulusan.
Bagi
PNS yang saat ini menjabat sebagai camat namun bukan berlatar pendidikan
sarjana pemerintahan juga tak luput dari penegasan PP No 19/2008 ini. Pada
pasal 37 menyebutkan bahwa PNS dimaksud diharuskan pula mengikuti pendidikan
teknis pemerintahan yang pengaturan lebih lanjut akan ditetapkan oleh Peraturan
Menteri Dalam Negeri (permendagri).
Dari
sekian banyak pasal yang mengatur mengenai kecamatan pada PP No 19/2008 ini, masih ditemukan beberapa
celah terutama pada soal pengaturan pendidikan teknis pemerintahan bagi camat
atau calon camat yang bukan dari sarjana pemerintahan. Semoga Menteri Dalam Negeri segera menyikapinya
dengan mengatur lebih lanjut mengenai tata cara pendidikan teknis pemerintahan
tersebut.
Namun di luar itu semua, tidak hanya pada
jabatan camat, idealnya dalam dalam meletakkan seorang PNS dalam sebuah jabatan
kiranya tidak terlepas dari latar belakang pendidikan, prestasi, sanksi yang
pernah diterimanya dan pengalaman kerja PNS tersebut.
Bukan zamannya lagi menempatkan PNS
berdasarkan penilaian emosional, lobi kanan-kiri atau bernuansa KKN. Prinsip “the right man on right place” juga
jangan hanya dijadikan bahan pidato, namun lebih dari itu perlu segera
diaplikasikan dalam tatanan birokrasi pemerintahan yang lebih baik.
*******
* Telah Dimuat di Harian Pagi Singgalang, Rabu 23 April
2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar