Senin, 20 Januari 2014

TENDER JABATAN SOLUSI KEBUNTUAN BIROKRASI*





                         

Terlebih dahulu, saya ucapkan selamat kepada Gubernur Gamawan Fauzi yang sukses melantik pejabat struktural esselon II di lingkungan Pemerintah Propinsi Sumatera Barat pada Hari Jum’at, 24 Oktober 2008. Semoga Pejabat yang telah dilantik dapat menjalankan kontrak kinerja yang diamanahkan dengan sebaik-baiknya.
Selalu, dalam setiap mutasi jabatan di lingkungan pemerintah daerah propinsi, kabupaten maupun kota, tentu menyisakan sekelumit ketidakpuasan.  Baik itu dari pejabat yang tidak dilantik, yang turun esselon hingga pejabat yang pindah posisi yakni dari jabatan ‘becek’ ke jabatan ‘gersang’.
Berbagai komplain mereka ajukan. Ada yang terang-terangan langsung kepada kepala daerah, atau ada juga yang menggerutu saling curhat antar kelompok sakit hati lainnya, dan sebagian lagi cukup menyimpan dongkol dalam hati alias pasrah dengan keputusan yang diberikan.
Ketidakpuasan tersebut tentu sangatlah beralasan. Dan alasan yang paling utama adalah adanya perasaan over confident  dalam diri mereka, bahwa mereka lebih layak duduk pada suatu jabatan dibandingkan pejabat yang telah dilantik tersebut. Entah dikaji mulai dari latar belakang pendidikan, usia, pangkat/golongan, pengalaman kerja, capaian kinerja, prestasi hingga pada status sosial. Pokoknya, kelompok tak terpuaskan ini memiliki seribu satu alasan, bahwa mereka lebih pantas duduk dalam sebuah jabatan bila dibanding pejabat terpilih.
Padahal, dalam salah satu sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dinyatakan bahwa selaku PNS harus siap dan bersedia ditempatkan di mana saja. Artinya, tak ada alasan untuk pilih-pilih jabatan seenak perut masing-masing, karena jabatan adalah amanah, kalau belum menjabat..ya artinya belum dipercaya.
Namun yang menjadi kekhawatiran adalah bagaimana bila si pemberi amanah  tidak memperhatikan aturan-aturan main untuk menentukan seseorang dalam menempati sebuah jabatan. Karena pada kenyataannya, memang belum ada standar penilaian yang tegas dan jelas dalam penentuan jabatan seseorang, yang ada hanyalah standar yang sesuai dengan keinginan penguasa.
Sehingga wajar kalau yang akan terjadi kemudian adalah lobi sana sini, jilat menjilat, asal bapak senang, sogok, sikut kanan kiri dan menghalalkan berbagai cara lainnya, guna mempertahankan jabatan atau mendapatkan jabatan yang lebih tinggi. Sedangkan bagi PNS yang tidak memiliki ‘ilmu lobi’, namun berkinerja baik, terpaksa harus bersabar dan terus menjejalkan doktrin-doktrin ; ikhlas, terima apa adanya serta pengabdian tanpa pamrih ke dalam dirinya. Atau bagi yang telah habis kesabarannya, terpaksa akan bersikap apatis, tak tahu menahu akan tugas fungsinya sebagai PNS. Kalau hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka alamat birokrasi akan menemukan jalan buntu. Mandek, macet dan berhenti total.
Tender Jabatan
Harus ada sebuah jalan keluar yang fair dan bisa menghindari kebuntuan birokrasi. Transparansi dan profesionalisme melalui Tender Jabatan adalah solusinya.
Tender Jabatan yang dimaksud bukanlah sebuah bentuk tawar menawar mengenai harga sebuah jabatan, yang berhasil mendapatkan jabatan adalah pejabat yang menawarkan harga paling tinggi. Sebagaimana isu yang saat ini meresahkan rencana mutasi jabatan oleh H Syamsul Arifin, SE dan Gatot Pujonugroho, ST sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara.
Namun Tender Jabatan di sini adalah penawaran, seleksi dan penilaian jabatan secara terbuka untuk memberikan peluang kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memenuhi kualifikasi tertentu untuk menduduki suatu jabatan.
Sebenarnya reformasi dalam rangka menseleksi PNS untuk menduduki jabatan sudah pernah dilakukan Gubernur Gamawan Fauzi pada tahun awal kepemimpinan beliau yakni menseleksi PNS melalui Fit and Proper Test. Tetapi fit and proper tes yang dilakukan masih sebatas pengujian terhadap kemampuan intelegensi calon pejabat secara umum, belum menggali sisi-sisi komitmen, kemampuan komunikasi, pengambilan keputusan, serta  inovasi dan emosional mereka. Sedangkan dengan tender jabatan sisi-sisi yang masih terpendam tersebut dapat digali dengan mudah.
Lebih jelasnya, tender jabatan harus berawal dari pembentukan tim independen yang berlatar belakang akademisi, birokrat dan konsultan terkait. Selanjutnya tim akan menyusun syarat/ kualifikasi tiap-tiap jabatan terutama jabatan yang strategis sebagai dasar dalam mengumumkan jabatan yang akan di tender. Contoh, syarat jabatan kepala dinas pendidikan adalah minimal sarjana pendidikan, pernah menjabat di dinas pendidikan, telah dua kali menjabat eselon III di tempat yang berbeda dan lain-lain.
Berikutnya, mengumumkan dan menerima lamaran setiap calon pejabat sesuai kualifikasi yang telah ditentukan. Setelah itu, tim dapat menseleksi tiap-tiap pelamar jabatan melalui berbagai tes yang meliputi ujian tertulis, physicho test, wawancara, presentasi hingga debat antar calon pejabat.
Hasil tes hendaknya diumumkan secara terbuka pula berdasarkan urutan ranking tiap-tiap calon pejabat. Sehingga demikian, dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi yang bertujuan demi mengembangkan profesionalisme birokrasi dalam melayani masyarakat.
Maka sudah saatnya dalam menempatkan PNS pada suatu jabatan tidak lagi diwarnai dengan unsur KKN dan menabrak nilai-nilai kepemerintahan yang baik. Sudah saatnya prinsip “ the right man in the right place, on the right job and at the right time” benar-benar dapat direalisasikan secara bijak, sehingga kebuntuan birokrasi dapat dihindari.

*******


*Telah Terbit di Harian Pagi Singgalang, 12 November 2008




Tidak ada komentar:

Posting Komentar