Terlebih dahulu, saya ucapkan selamat kepada
Gubernur Gamawan Fauzi yang sukses melantik pejabat struktural esselon II di
lingkungan Pemerintah Propinsi Sumatera Barat pada Hari Jum’at, 24 Oktober
2008. Semoga Pejabat yang telah dilantik dapat menjalankan kontrak kinerja yang
diamanahkan dengan sebaik-baiknya.
Selalu, dalam setiap mutasi jabatan di
lingkungan pemerintah daerah propinsi, kabupaten maupun kota, tentu menyisakan
sekelumit ketidakpuasan. Baik itu dari
pejabat yang tidak dilantik, yang turun esselon hingga pejabat yang pindah
posisi yakni dari jabatan ‘becek’ ke jabatan ‘gersang’.
Berbagai komplain mereka ajukan. Ada yang
terang-terangan langsung kepada kepala daerah, atau ada juga yang menggerutu
saling curhat antar kelompok sakit
hati lainnya, dan sebagian lagi cukup menyimpan dongkol dalam hati alias pasrah
dengan keputusan yang diberikan.
Ketidakpuasan tersebut tentu sangatlah
beralasan. Dan alasan yang paling utama adalah adanya perasaan over confident dalam diri mereka, bahwa mereka lebih layak
duduk pada suatu jabatan dibandingkan pejabat yang telah dilantik tersebut.
Entah dikaji mulai dari latar belakang pendidikan, usia, pangkat/golongan,
pengalaman kerja, capaian kinerja, prestasi hingga pada status sosial.
Pokoknya, kelompok tak terpuaskan ini memiliki seribu satu alasan, bahwa mereka
lebih pantas duduk dalam sebuah jabatan bila dibanding pejabat terpilih.
Padahal, dalam salah satu sumpah/janji
Pegawai Negeri Sipil dinyatakan bahwa selaku PNS harus siap dan bersedia
ditempatkan di mana saja. Artinya, tak ada alasan untuk pilih-pilih jabatan
seenak perut masing-masing, karena jabatan adalah amanah, kalau belum menjabat..ya
artinya belum dipercaya.
Namun yang menjadi kekhawatiran adalah
bagaimana bila si pemberi amanah tidak
memperhatikan aturan-aturan main untuk menentukan seseorang dalam menempati
sebuah jabatan. Karena pada kenyataannya, memang belum ada standar penilaian
yang tegas dan jelas dalam penentuan jabatan seseorang, yang ada hanyalah
standar yang sesuai dengan keinginan penguasa.
Sehingga wajar kalau yang akan terjadi
kemudian adalah lobi sana sini, jilat menjilat, asal bapak senang, sogok, sikut
kanan kiri dan menghalalkan berbagai cara lainnya, guna mempertahankan jabatan
atau mendapatkan jabatan yang lebih tinggi. Sedangkan bagi PNS yang tidak
memiliki ‘ilmu lobi’, namun berkinerja baik, terpaksa harus bersabar dan terus
menjejalkan doktrin-doktrin ; ikhlas, terima apa adanya serta pengabdian tanpa
pamrih ke dalam dirinya. Atau bagi yang telah habis kesabarannya, terpaksa akan
bersikap apatis, tak tahu menahu akan tugas fungsinya sebagai PNS. Kalau hal
ini dibiarkan berlangsung lama, maka alamat birokrasi akan menemukan jalan
buntu. Mandek, macet dan berhenti total.
Tender Jabatan
Harus ada sebuah jalan keluar yang fair dan bisa menghindari kebuntuan
birokrasi. Transparansi dan profesionalisme melalui Tender Jabatan adalah
solusinya.
Tender Jabatan yang dimaksud bukanlah sebuah
bentuk tawar menawar mengenai harga sebuah jabatan, yang berhasil mendapatkan
jabatan adalah pejabat yang menawarkan harga paling tinggi. Sebagaimana isu
yang saat ini meresahkan rencana mutasi jabatan oleh H Syamsul Arifin, SE dan
Gatot Pujonugroho, ST sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara.
Namun Tender Jabatan di sini adalah
penawaran, seleksi dan penilaian jabatan secara terbuka untuk memberikan
peluang kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memenuhi kualifikasi tertentu
untuk menduduki suatu jabatan.
Sebenarnya reformasi dalam rangka menseleksi PNS
untuk menduduki jabatan sudah pernah dilakukan Gubernur Gamawan Fauzi pada
tahun awal kepemimpinan beliau yakni menseleksi PNS melalui Fit and Proper Test. Tetapi fit and proper
tes yang dilakukan masih sebatas pengujian terhadap kemampuan intelegensi calon
pejabat secara umum, belum menggali sisi-sisi komitmen, kemampuan komunikasi,
pengambilan keputusan, serta inovasi dan
emosional mereka. Sedangkan
dengan tender jabatan sisi-sisi yang masih terpendam tersebut dapat digali
dengan mudah.
Lebih jelasnya, tender jabatan harus
berawal dari pembentukan tim independen yang berlatar belakang akademisi,
birokrat dan konsultan terkait. Selanjutnya tim akan menyusun syarat/ kualifikasi
tiap-tiap jabatan terutama jabatan yang strategis sebagai dasar dalam
mengumumkan jabatan yang akan di tender. Contoh, syarat jabatan kepala dinas
pendidikan adalah minimal sarjana pendidikan, pernah menjabat di dinas
pendidikan, telah dua kali menjabat eselon III di tempat yang berbeda dan
lain-lain.
Berikutnya, mengumumkan dan menerima
lamaran setiap calon pejabat sesuai kualifikasi yang telah ditentukan. Setelah
itu, tim dapat menseleksi tiap-tiap pelamar jabatan melalui berbagai tes yang
meliputi ujian tertulis, physicho test, wawancara, presentasi hingga debat
antar calon pejabat.
Hasil tes hendaknya diumumkan secara
terbuka pula berdasarkan urutan ranking tiap-tiap calon pejabat. Sehingga
demikian, dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi yang bertujuan demi
mengembangkan profesionalisme birokrasi dalam melayani masyarakat.
Maka sudah saatnya dalam menempatkan PNS
pada suatu jabatan tidak lagi diwarnai dengan unsur KKN dan menabrak
nilai-nilai kepemerintahan yang baik. Sudah saatnya prinsip “ the right man in the right place, on the
right job and at the right time” benar-benar dapat direalisasikan secara
bijak, sehingga kebuntuan birokrasi dapat dihindari.
*******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar