Senin, 20 Januari 2014

LEGALISASI GOOD GOVERNANCE*






Diakui memang sejak dimulainya era reformasi, istilah Good Governance mulai familiar di telinga kita. Istilah Good Governance, yang diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik telah mulai populer di Indonesia semenjak tahun 1998 yakni ketika United Nation Development Program (UNDP) bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri melalui Proyek BUILD (breakthrough Urban Initiative for local development) yaitu sebuah kegiatan yang difokuskan pada pengembangan visi dan strategi, pemanfaatan semua potensi, dan peningkatan efisiensi, efektifitas dan sinergi (kemitraan) dengan memperhatikan aspek hak partisipasi, keterbukaan, tanggap dan aspek pengambilan kesepakatan bersama dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Bahkan setahun kemudian pada pasal 92 ayat 1 UU 22/1999 yang juga merupakan cikal bakal UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah mengharuskan keterlibatan tiga pilar kekuatan Good Governance yakni pemerintah, swasta dan masyarakat sipil untuk bersinergi melaksanakan pembangunan di berbagai bidang sehingga diharapkan tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Hampir disetiap seminar pemerintahan, pelajaran mata perkuliahan administrasi dan pidato kepala daerah hingga kepala desa selalu mengagung-agungkan konsep Good Governance. 
Namun yang masih sangat disayangkan adalah Good Governance masih berjalan di tataran teoritis, bahkan cenderung merupakan utopia belaka. Padahal Good Governance tidak diciptakan untuk bahan perdebatan, namun lebih dari itu, harus diwujudkan dalam langkah-langkah konkret. 
Hingga saat ini –setelah nyaris 10 tahun Good Governance disosialisasikan- belum ada pemerintahan daerah yang rela menuangkan prinsip Good Governance kedalam peraturan daerahnya. Belum ada daerah yang secara tegas ingin meregulasikan hubungan segitiga Pemerintah-Swasta-Masyarakat Sipil demi mencapai tata kepemerintahan yang baik. 
Paling banter penerapan Good Governance hanya memberikan sedikit ruang planning bagi masyarakat untuk turut serta dalam merencanakan pembangunan di dalam kegiatan berjudul Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Selebihnya jangan diharap masyarakat dapat terlibat, ketika proses administrasi publik beranjak kepada organizing, actuating dan controlling.
Keterlibatan pihak swasta dalam mensukseskan Good Governance juga hanya sebatas melaksanakan tender pengadaan barang dan jasa. Belum ada aplikasi bahwa swasta juga dapat dilibatkan untuk bersaing dengan birokrasi untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Patut disadari, kebutuhan masyarakat di abad 21 ini semakin meningkat dan komplek. Artinya birokrasi selaku lembaga pemegang kendali penuh akan pelayanan publik juga sudah selayaknya beradaptasi dengan keadaan tersebut. birokrasi sudah harus mulai memikirkan cara untuk membagi fungsi pelayanan publiknya tanpa melepaskan kontrolnya selaku penanggung jawab utama penyelenggaraan administrasi publik.
Monopoli pelayanan publik bila terus dilakukan akan memperburuk kinerja birokrasi itu sendiri dan bermuara pada buruknya pelayanan yang diterima masyarakat. Sudah saatnya pintu kesempatan dibuka lebar, agar keterlibatan masyarakat sipil, pelaku usaha mempunyai peluang yang sama dengan birokrasi dalam melaksanakan peningkatan pelayanan publik. Untuk mempertegas dan merubah iklim pelayanan birokrasi maka hal pertama yang dilakukan adalah menuangkannya ke dalam peraturan daerah.
Selain memuat prinsip-prinsip Good Governance dan dijabarkan dalam beberapa pasal yang menjelaskan peran pemerintah-dunia usaha-masyarakat sipil, Perda Good Governance juga harus memuat reward and punishment untuk memacu kinerja masing-masing pilar menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu beberapa pasal di dalam perda Good Governance yang memberikan otoritas kepada sebuah badan bersama antara ketiga pilar yang independent untuk mengawasi penyelewengan dan penyimpangan dalam penyelengaraan Good Governance.
Contoh lainnya, untuk melaksanakan prinsip transparency dan accountability, setiap unit kerja di pemerintah daerah diharuskan mengumumkan pelaksanaan kegiatan lengkap dengan anggaran yang tersedia, target dan realisasi bulanan  yang di pajang di papan pengumuman unit kerja. Hal ini akan membatasi birokrasi untuk berbuat hal-hal di luar koriornya, selain itu juga memberikan peluang pada masyarakat untuk mengkontrol jalannya roda pemerintahan.
Intinya diperlukan keseriusan dan keberanian kita dalam merealisasikan prinsip-prinsip Good Governance dan hubungan kesejajaran antara ketiga pilar pemerintah-swasta-masyarakat sipil. 

*******


*Telah Dimuat di Harian Pagi Padang Ekspres, Rabu 19 Maret 2008

             












Tidak ada komentar:

Posting Komentar