Revisi terbatas UU 32/2004 tentang Pemerintahan
Daerah telah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 1 April 2008 yang
lalu. Perubahan mendasar salah satunya terjadi pada pasal 58, yakni pasal yang
menekankan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Dalam
pasal tersebut, ditambahkan syarat usia minimal seorang calon bupati dan
walikota adalah 25 tahun dari persyaratan sebelumnya yakni 30 tahun, sedangkan
usia calon gubernur adalah tetap 30 tahun. Perubahan persyaratan usia ini
bertujuan agar muncul kaderisasi pimpinan bangsa yang berusia muda.
Memang
bila hal ini dapat diwujudkan, seorang bupati/walikota yang terpilih pada usia
25 tahun dan berprestasi dalam kepemimpinannya maka di usia 30 tahun diprediksi ia dapat menjadi
gubernur dan di usia 35 tahun bisa saja menjadi presiden. Sebuah usia yang
sangat produktif dalam berkarya dan berinovasi.
Belianya
usia para pemimpin daerah telah menunjukkan bahwa bangsa ini mulai menghargai
generasi mudanya. Usia bukan lagi sebagai batasan dalam menilai kedewasaan
seseorang. Bahkan sejarah telah mencatat banyak pemimpin kaliber dunia ini yang
telah berhasil menorehkan prestasi justru dalam usia mudanya.
Sebagai
contoh adalah Nabi Muhammad SAW, yang telah dijadikan teladan oleh para
saudagar arab dalam berdagang tatkala beliau masih berusia 25 tahun. Zhuge
Liang, orang paling bijaksana yang tercatat dalam sejarah china yang hidup pada
periode tiga kerajaan (220-265 M) telah menjadi ahli strategi perang sebelum
berusia 25 tahun. Alexander the Great, telah menjadi Raja Macedonia di usianya
yang ke 20, dan berhasil memperluas kerajaannya dari Yunani hingga India.
Napoleon Bonaparte, berhasil memimpin penumpasan kerusuhan dengan menembakan
meriam ke Kota Paris, saat itu ia berusia 26 tahun. Di Indonesia, kita mengenal Soekarno yang telah
mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) ketika beliau masih berusia 26
tahun.
Secara
historis, kita akan menemukan deretan panjang nama-nama pemimpin dunia maupun
nasional yang memegang posisi strategis justru tatkala mereka masih berusia
muda. Bahkan Pakar Psikologi Universitas Indonesia Prof,Dr,Sarlito,M.Psi dalam
disertasinya merekomendasikan bahwa usia 25 tahun sudah dianggap matang untuk menjadi
pejabat publik.
Lalu
apakah modal usia belia saja sudah cukup? Apakah kepala daerah muda dapat
menjamin keberhasilannya dalam memimpin dan memajukan daerah? Usia muda bukan
merupakan faktor utama yang menentukan kepala daerah, bahkan pemuda lebih identik
dengan imej terlalu emosional, kurang berpengalaman dan minim pengetahuan.
Walau disisi lain pemuda juga berarti penuh semangat, kaya inovasi dan tinggi
kreatifitas serta paling utama adalah pemuda belum begitu terkontaminasi dengan
KKN.
Namun
demikian, jabatan kepala daerah bukanlah sebuah jabatan main-main. Seluruh
hajat hidup orang banyak mulai dari lahir hingga masuk liang kubur ditentukan
oleh sistem birokrasi yang dipimpin oleh kepala daerah. Lalu apa jadinya kalau
seseorang yang belum mengerti birokrasi lalu mendapatkan jabatan kepala daerah?
Mudah-mudahan kepala daerah tersebut akan menjalani ‘masa matrikulasi’ dengan
baik dan cepat belajar bagaimana menjalankan mesin birokrasi sehingga berhasil
dalam mengembangkan daerahnya. Tetapi bila tidak, maka yang terjadi adalah
kegagalan birokrasi yang bermuara pada inefisiensi dan inefektifitas pelayanan
kepada masyarakat.
Oleh sebab itu,
usia muda belum cukup sebagai kriteria mutlak seseorang untuk mencalonkan diri
dalam Pilkada. Deretan panjang standart minimal seorang kepala daerah hendaknya
juga harus dipenuhi. Apalagi saat ini untuk mengajukan diri sebagai kepala
daerah tidak begitu sulit, bila tidak dicalonkan melalui partai dapat maju
sebagai calon independen.
Beberapa
unsur yang juga perlu diperhatikan sebagai
persyaratan bagi seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala
daerah yakni, Pertama ; Beriman/berakhlak, memang sulit untuk mengukur keimanan
seseorang karena terkait langsung dengan sang khalik, namun tidak ada salahnya
beberapa tokoh agama dimohonkan pendapatnya agar seorang calon kepala daerah
tidak hanya sekedar menyandang gelar ‘Haji’ atau ‘Islam KTP’ namun lebih dari
itu dapat mencerminkan seorang pemimpin muslim yang moderat sekaligus menjadi
tokoh teladan di jajaran birokrasi dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Kedua
; Pendidikan, kepala daerah sudah sepantasnya berpendidikan minimal S1. Ketiga
; Pengalaman kerja, memang berpengalaman identik dengan usia yang sudah tua,
namun saat ini banyak generasi muda yang telah banyak makan asam garam leadership dalam organisasi pemerintah.
Telah banyak pemuda yang berusia 22 tahun berkiprah sebagai lurah, di usia 25-27 tahun sudah berprestasi sebagai camat,
maupun jabatan struktural pemerintahan lainnya.
Yang
keempat adalah faktor Prestasi; Seorang kepala daerah hendaknya orang yang
mampu meningkatkan prestasi daerahnya, untuk itu di awali dari dirinya sendiri
yang juga sering mencatat prestasi di sedala bidang.
Usia
muda memang lebih memiliki peluang lebih besar dalam hal keberhasilan bagi
pembangunan daerah. Bersyukurlah bagi daerah yang memberikan kesempatan kepada
pemudanya untuk tampil menjabat sebagai kepala daerah, karena siapa tahu lima
tahun berikutnya pemuda itu akan menjelma menjadi gubernur atau sepuluh tahun
mendatang ia akan menjadi presiden. Dan tentu sang presiden tersebut tidak akan
pernah melupakan jasa-jasa daerah di mana ia mulai mengabdi.
*******
*Telah dimuat di Harian Pagi Padang Ekspres, Rabu 9 April 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar