Senin, 20 Januari 2014

MENANTI KEPALA DAERAH MUDA*







Revisi terbatas UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah telah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 1 April 2008 yang lalu. Perubahan mendasar salah satunya terjadi pada pasal 58, yakni pasal yang menekankan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Dalam pasal tersebut, ditambahkan syarat usia minimal seorang calon bupati dan walikota adalah 25 tahun dari persyaratan sebelumnya yakni 30 tahun, sedangkan usia calon gubernur adalah tetap 30 tahun. Perubahan persyaratan usia ini bertujuan agar muncul kaderisasi pimpinan bangsa yang berusia muda.
Memang bila hal ini dapat diwujudkan, seorang bupati/walikota yang terpilih pada usia 25 tahun dan berprestasi dalam kepemimpinannya maka  di usia 30 tahun diprediksi ia dapat menjadi gubernur dan di usia 35 tahun bisa saja menjadi presiden. Sebuah usia yang sangat produktif dalam berkarya dan berinovasi.
Belianya usia para pemimpin daerah telah menunjukkan bahwa bangsa ini mulai menghargai generasi mudanya. Usia bukan lagi sebagai batasan dalam menilai kedewasaan seseorang. Bahkan sejarah telah mencatat banyak pemimpin kaliber dunia ini yang telah berhasil menorehkan prestasi justru dalam usia mudanya.
Sebagai contoh adalah Nabi Muhammad SAW, yang telah dijadikan teladan oleh para saudagar arab dalam berdagang tatkala beliau masih berusia 25 tahun. Zhuge Liang, orang paling bijaksana yang tercatat dalam sejarah china yang hidup pada periode tiga kerajaan (220-265 M) telah menjadi ahli strategi perang sebelum berusia 25 tahun. Alexander the Great, telah menjadi Raja Macedonia di usianya yang ke 20, dan berhasil memperluas kerajaannya dari Yunani hingga India. Napoleon Bonaparte, berhasil memimpin penumpasan kerusuhan dengan menembakan meriam ke Kota Paris, saat itu ia berusia 26 tahun. Di  Indonesia, kita mengenal Soekarno yang telah mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) ketika beliau masih berusia 26 tahun.
Secara historis, kita akan menemukan deretan panjang nama-nama pemimpin dunia maupun nasional yang memegang posisi strategis justru tatkala mereka masih berusia muda. Bahkan Pakar Psikologi Universitas Indonesia Prof,Dr,Sarlito,M.Psi dalam disertasinya merekomendasikan bahwa usia 25 tahun sudah dianggap matang untuk menjadi pejabat publik.
Lalu apakah modal usia belia saja sudah cukup? Apakah kepala daerah muda dapat menjamin keberhasilannya dalam memimpin dan memajukan daerah? Usia muda bukan merupakan faktor utama yang menentukan kepala daerah, bahkan pemuda lebih identik dengan imej terlalu emosional, kurang berpengalaman dan minim pengetahuan. Walau disisi lain pemuda juga berarti penuh semangat, kaya inovasi dan tinggi kreatifitas serta paling utama adalah pemuda belum begitu terkontaminasi dengan KKN.
Namun demikian, jabatan kepala daerah bukanlah sebuah jabatan main-main. Seluruh hajat hidup orang banyak mulai dari lahir hingga masuk liang kubur ditentukan oleh sistem birokrasi yang dipimpin oleh kepala daerah. Lalu apa jadinya kalau seseorang yang belum mengerti birokrasi lalu mendapatkan jabatan kepala daerah? Mudah-mudahan kepala daerah tersebut akan menjalani ‘masa matrikulasi’ dengan baik dan cepat belajar bagaimana menjalankan mesin birokrasi sehingga berhasil dalam mengembangkan daerahnya. Tetapi bila tidak, maka yang terjadi adalah kegagalan birokrasi yang bermuara pada inefisiensi dan inefektifitas pelayanan kepada masyarakat.
Oleh sebab itu, usia muda belum cukup sebagai kriteria mutlak seseorang untuk mencalonkan diri dalam Pilkada. Deretan panjang standart minimal seorang kepala daerah hendaknya juga harus dipenuhi. Apalagi saat ini untuk mengajukan diri sebagai kepala daerah tidak begitu sulit, bila tidak dicalonkan melalui partai dapat maju sebagai calon independen.
Beberapa unsur yang juga perlu diperhatikan sebagai  persyaratan bagi seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah yakni, Pertama ; Beriman/berakhlak, memang sulit untuk mengukur keimanan seseorang karena terkait langsung dengan sang khalik, namun tidak ada salahnya beberapa tokoh agama dimohonkan pendapatnya agar seorang calon kepala daerah tidak hanya sekedar menyandang gelar ‘Haji’ atau ‘Islam KTP’ namun lebih dari itu dapat mencerminkan seorang pemimpin muslim yang moderat sekaligus menjadi tokoh teladan di jajaran birokrasi dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Kedua ; Pendidikan, kepala daerah sudah sepantasnya berpendidikan minimal S1. Ketiga ; Pengalaman kerja, memang berpengalaman identik dengan usia yang sudah tua, namun saat ini banyak generasi muda yang telah banyak makan asam garam leadership dalam organisasi pemerintah. Telah banyak pemuda yang berusia 22 tahun berkiprah sebagai lurah, di usia  25-27 tahun sudah berprestasi sebagai camat, maupun jabatan struktural pemerintahan lainnya.
Yang keempat adalah faktor Prestasi; Seorang kepala daerah hendaknya orang yang mampu meningkatkan prestasi daerahnya, untuk itu di awali dari dirinya sendiri yang juga sering mencatat prestasi di sedala bidang.
Usia muda memang lebih memiliki peluang lebih besar dalam hal keberhasilan bagi pembangunan daerah. Bersyukurlah bagi daerah yang memberikan kesempatan kepada pemudanya untuk tampil menjabat sebagai kepala daerah, karena siapa tahu lima tahun berikutnya pemuda itu akan menjelma menjadi gubernur atau sepuluh tahun mendatang ia akan menjadi presiden. Dan tentu sang presiden tersebut tidak akan pernah melupakan jasa-jasa daerah di mana ia mulai mengabdi. 

*******


*Telah dimuat di Harian Pagi Padang Ekspres, Rabu 9 April 2008









Tidak ada komentar:

Posting Komentar