Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Sesungguhnya
di setiap zaman ada pemimpin yang Allah tunjuk sesuai dengan keadaan hati
masyarakatnya. Jika Allah hendak memperbaiki masyarakat ini maka Allah tunjuk
pemimpin yang baik. Dan jika Allah hendak membinasakan mereka, Allah tunjuk
pemimpin yang zalim”. (HR Al-Baihaqi)
Mungkin sebagian dari kita telah mempunyai
jawaban, mengapa Bung Karno -Bapak Proklamasi- yang penuh kharisma menelan pil
pahit ketika dihujat mahasiswa di tahun 1966. Dan Pak Harto, -Bapak
Pembangunan- yang penuh wibawa mesti lengser dari jabatannya akibat desakan
reformasi 1998.
Kalau kita patut-patut. Para
pemimpin negara kita tersebut dielu-elukan di awal masa kepemimpinannya.
Soekarno, bersama Hatta waktu itu, adalah tokoh bangsa yang amat berjasa
meletakkan pondasi negara di tahun 1945. Soeharto juga merupakan negarawan yang
meletakkan dasar pembangunan tahap demi tahap sehingga bangsa ini siap tinggal
landas. Mereka bekerja baik, penuh dedikasi dan prestasi. Tapi waktu berjalan,
dan tiba-tiba zaman menghendaki perubahan.
Ya, zaman inginkan perubahan.
Rakyatlah yang menuntut demikian. Ada Tritura, ”Tiga Tuntutan Rakyat ; Bubarkan
PKI, Rombak Kabinet dan Turunkan Harga” yang diusung mahasiswa ketika
demontrasi jamak pada 10 Januari 1966. Soekarno terdesak dan akhirnya
mengeluarkan Supersemar yang mengawali kejatuhannya.
21 Mei 1998, Soeharto
mengundurkan diri juga akibat demonstrasi besar mahasiswa. ”Hapuskan KKN ;
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme” ramai disorakkan mahasiswa hingga ke pelosok
negeri akibat krisis moneter yang mencekik rakyat. Sekali lagi, zaman inginkan
perubahan. Bila rakyat sudah berkata tidak, Soekarno atau Soeharto sekalipun
tak dapat mengelakannya.
Ungkapan bahasa latin ; Vox populi vox dei, suara rakyat adalah
suara tuhan, kiranya sejalan dengan sabda Rasullulah SAW di atas. Allah SWT menunjuk pemimpin yang sesuai
dengan keadaan hati rakyatnya. Keadaan hati atau keinginan masyarakatlah yang
menjadi penentu. Dari hati rakyatlah
telah lahir pemimpin sekaliber Bung Karno dan Hatta pada masa awal kemerdekaan
Indonesia di tahun 1945. Melalui hati rakyat pula, kemudian muncul sosok Pak
Harto yang dilantik menjadi Presiden RI yang kedua pada 12 Maret 1967. Demikian
pula sebaliknya, hati rakyat jualah yang mengakibatkan kedua tokoh yang amat
berjasa bagi bangsa ini, harus turun tahta.
Bercermin di zaman Orde Lama
dan Orde Baru tersebut, yang tiap suksesi kepemimpinan selalu diwarnai dengan
aksi demonstrasi hingga memakan korban jiwa, maka di Zaman Reformasi ini,
terutama sejak tahun 2004, melalui amandemen UUD 1945 diamanatkanlah bahwa
Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Demikian pula
halnya dengan pemilihan kepala daerah yang juga dipilih secara langsung oleh
rakyat sebagaimana tercantum dalam UU 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Rakyatlah yang berperan langsung
memilih pimpinannya dalam kurun waktu 5 tahun.
Rakyat dituntut cerdas
menganalisa kandidatnya dalam sistem pemilihan secara langsung ini. Rakyat juga
mesti pandai memprediksi kebutuhannya dalam lima tahun mendatang.
Capaian-capaian apa yang diinginkan, kemajuan yang ingin diraih hingga membaca
kemungkinan masalah dan tantangan yang akan dihadapi. Semuanya diramu dan
dicocokan dengan track record
sejumlah kandidat yang bertarung dalam Pilkada. Tanamkan pertanyaan kritis
dalam hati kita ; Apakah kualitas pasangan kandidat tersebut mampu dipercaya
menakhodai daerah kita ?
Kita inginkan perubahan di
tahun-tahun mendatang. Ekonomi yang makin berkembang karena investasi masuk
dari pihak luar, jaminan usaha, aktivitas jual-beli yang ramai, lapangan kerja
terbuka lebar dan pasar tradisional yang
nyaman. Kita mengharapkan efektifitas pengelolaan keuangan daerah dan birokrasi
yang kuat, tidak boros, sigap dan cepat melayani masyarakat. Kita semua
mengidam-idamkan keharmonisan para pemimpin daerah kita, kerjasama antar daerah
yang selaras dan saling menguntungkan. Kita memimpikan pemimpin yang bersikap
berani, pantang mundur ambil risiko, gigih, cerdas, tegas, jujur, energik,
kreatif, pekerja keras dan bertanggung jawab, sebagai suri teladan di mata
masyarakatnya. Kita mencita-citakan pemimpin yang sungguh-sungguh memimpin
rakyatnya.
Namun semua itu tidak akan
tercapai, bilamana hati kita masih tergoda akan janji-janji manis, iming-iming
imbalan hadiah yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan kemajuan Kota
Pariaman mendatang. Segalanya tak akan diraih, tatkala kita masih mengedepankan materi atau sogokan
uang sebagai faktor penentu pilihan kita. Justru praktek kotor serupa itu akan
menjerumuskan kita semua ke dalam dosa dan kerugian besar. Gunakanlah cara-cara
yang terhormat untuk memilih pemimpin yang terhormat.
Sanak saudara sekalian,
luangkanlah waktu, untuk peduli akan masa depan Kota Pariaman yang penuh
potensi ini. Teliti kembali, cari informasi mengenai kualitas kandidat yang
benar-benar mampu menghadirkan mimpi kita menjadi realita. Sisihkanlah waktu,
untuk hadir barang sebentar, ke TPS-TPS, suarakan pilihan sesuai pikiran dan
hati kita. Karena masa lima tahun bukan waktu yang singkat. Kekeliruan memilih
walikota/wakil walikota Pariaman, yang hanya 5 menit tersebut akan berdampak 5
tahun mendatang bagi maju-mundurnya Kota Pariaman yang sama-sama kita cintai
ini.
*******
*telah dimuat di Tabloid Nangkodo Baru Edisi V Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar