Artikel ini sebenarnya merupakan pembaruan
terhadap tulisan saya yang pernah dimuat padang ekspres (teras utama) terbitan
Rabu, 9 April 2008 yang berjudul Menanti Kepala Daerah Muda. Walaupun setahun
lebih telah berlalu, saya pikir perdebatan terhadap kriteria kepala daerah
justru semakin relevan dan hangat dibicarakan terutama terkait dengan pemilihan
Gubernur Sumatera Barat 2010.
Sebelum menelaah lebih lanjut ada baiknya melihat
kriteria muda dari kacamata hukum yakni pada undang-undang nomor 12 tahun 2008
yang merupakan revisi terbatas dari Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Perubahan mendasar salah satunya terjadi pada pasal 58,
yakni pasal yang menekankan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah.
Dalam pasal tersebut, ditambahkan syarat
usia minimal seorang calon bupati dan walikota adalah 25 tahun dari persyaratan
sebelumnya yakni 30 tahun, sedangkan usia calon gubernur adalah tetap 30 tahun.
Perubahan persyaratan usia ini bertujuan agar muncul kaderisasi pimpinan bangsa
yang berusia muda.
Memang kalau boleh berandai-andai,
berdasarkan UU 12/2008 ini, seorang bupati/walikota yang terpilih pada usia 25
tahun dan berprestasi dalam kepemimpinannya maka di usia 30 tahun diprediksi ia dapat menjadi
gubernur dan di usia 35 tahun bisa saja menjadi presiden. Sebuah usia yang
sangat produktif untuk berkarya dan berinovasi.
Belianya usia para pemimpin daerah telah
menunjukkan bahwa bangsa ini mulai menghargai generasi mudanya. Usia bukan lagi
sebagai batasan dalam menilai kedewasaan seseorang. Bahkan sejarah telah
mencatat banyak pemimpin kaliber dunia ini yang telah berhasil menorehkan
prestasi justru dalam usia mudanya.
Sebagai contoh adalah Nabi Muhammad SAW,
yang telah dijadikan teladan oleh para saudagar arab dalam berdagang tatkala
beliau masih berusia 25 tahun. Zhuge Liang, orang paling bijaksana yang
tercatat dalam sejarah china yang hidup pada periode tiga kerajaan (220-265 M)
telah menjadi ahli strategi perang sebelum berusia 25 tahun. Alexander the
Great, telah menjadi Raja Macedonia di usianya yang ke 20, dan berhasil
memperluas kerajaannya dari Yunani hingga India. Napoleon Bonaparte, berhasil
memimpin penumpasan kerusuhan dengan menembakan meriam ke Kota Paris, saat itu
ia berusia 26 tahun. Di Indonesia, kita
mengenal Soekarno yang telah mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) ketika
beliau masih berusia 26 tahun dan di Sumatera Barat sendiri kita mengenal
Bpk.Gamawan Fauzi yang telah menjabat sebagai Bupati Solok pada usia 38 tahun
yang pada masa itu (tahun 1995) adalah juga merupakan bupati termuda di
Indonesia.
Secara historis, kita akan menemukan
deretan panjang nama-nama pemimpin dunia maupun nasional yang memegang posisi
strategis justru tatkala mereka masih berusia muda. Bahkan Pakar Psikologi
Universitas Indonesia Prof,Dr,Sarlito,M.Psi dalam disertasinya merekomendasikan
bahwa usia 25 tahun sudah dianggap matang untuk menjadi pejabat publik.
Sebagaimana dijelaskan terdahulu, bahwa UU
12/2008 memberikan peluang pada tokoh muda yang berusia paling tidak 30 tahun
untuk dapat maju dalam pencalonan gubernut namun sungguh disayangkan para tokoh
muda hingga saat ini belum berani tampil lebih agresif menunjukan diri, justru
hasil penjaringan dari beberapa lembaga survey sebagian besar masih
memperlihatkan wajah-wajah lama sebagai kandidat kuat calon Gubernur Sumbar
2010.
Muda Saja Tidak Cukup
Lalu apakah modal usia belia saja sudah cukup?
Apakah kepala daerah muda dapat menjamin keberhasilannya dalam memimpin dan
memajukan daerah? Usia muda bukan merupakan faktor utama yang menentukan kepala
daerah, bahkan pemuda lebih identik dengan imej terlalu emosional, kurang
berpengalaman dan minim pengetahuan. Walau disisi lain pemuda juga berarti
penuh semangat, kaya inovasi dan tinggi kreatifitas serta paling utama adalah pemuda
belum begitu terkontaminasi dengan KKN.
Namun demikian, jabatan kepala daerah
bukanlah sebuah jabatan main-main. Seluruh hajat hidup orang banyak mulai dari
lahir hingga masuk liang kubur ditentukan oleh sistem birokrasi yang dipimpin
oleh kepala daerah. Lalu apa jadinya kalau seseorang yang belum mengerti
birokrasi lalu mendapatkan jabatan kepala daerah? Mudah-mudahan kepala daerah
tersebut akan menjalani ‘masa matrikulasi’ dengan baik dan cepat belajar
bagaimana menjalankan mesin birokrasi sehingga berhasil dalam mengembangkan
daerahnya. Tetapi bila tidak, maka yang terjadi adalah kegagalan birokrasi yang
bermuara pada inefisiensi dan inefektifitas pelayanan kepada masyarakat.
Oleh sebab itu, usia muda belum cukup
sebagai kriteria mutlak seseorang untuk mencalonkan diri dalam Pilkada. Deretan
panjang standart minimal seorang kepala daerah hendaknya juga harus dipenuhi.
Apalagi saat ini untuk mengajukan diri sebagai kepala daerah tidak begitu
sulit, bila tidak dicalonkan melalui partai dapat maju sebagai calon
independent.
Beberapa unsur yang juga perlu
diperhatikan sebagai persyaratan bagi
seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah yakni, Pertama ;
Beriman/berakhlak, memang sulit untuk mengukur keimanan seseorang karena
terkait langsung dengan sang khalik, namun tidak ada salahnya beberapa tokoh
agama dimohonkan pendapatnya agar seorang calon kepala daerah tidak hanya
sekedar menyandang gelar ‘Haji’ atau ‘Islam KTP’ namun lebih dari itu dapat
mencerminkan seorang pemimpin muslim yang moderat sekaligus menjadi tokoh
teladan di jajaran birokrasi dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, bahkan kalau perlu dilakukan tes tambahan
membaca Al’Quran misalnya sebelum dimulainya acara debat antar kandidat.
Kedua ; Pendidikan, kepala daerah sudah
sepantasnya berpendidikan minimal S1. Ketiga ; Pengalaman kerja, memang
pengalaman identik dengan usia yang sudah tua, namun saat ini banyak generasi
muda yang telah banyak makan asam garam leadership
dalam organisasi pemerintahan. Telah banyak pemuda yang berusia 22 tahun
berkiprah sebagai lurah, di usia 25-27
tahun sudah berprestasi sebagai camat, maupun jabatan struktural pemerintahan
lainnya.
Yang keempat adalah faktor Prestasi;
Seorang kepala daerah hendaknya orang yang mampu meningkatkan prestasi daerahnya,
untuk itu di awali dari dirinya sendiri yang juga sering mencatat prestasi di
segala bidang.
Usia muda memang lebih memiliki peluang
lebih besar dalam hal keberhasilan bagi pembangunan daerah. Bersyukurlah bagi
daerah yang memberikan kesempatan kepada pemudanya untuk tampil menjabat
sebagai kepala daerah, karena siapa tahu lima tahun berikutnya pemuda itu akan
berhasil menjadi gubernur atau sepuluh tahun mendatang ia akan menjadi
presiden. Dan tentulah sang presiden tersebut tidak akan pernah melupakan
jasa-jasa daerah di mana ia mulai mengabdi.
*******
*Telah Terbit di Harian Pagi Padang Ekspres, Rabu 16 September
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar