Dalam era
globalisasi ini bukan saja teknologi, informasi dan komunikasi yang merupakan kunci
ke-adikuasa-an suatu Negara namun kebudayaan juga merupakan faktor utama bagi
kemajuan peradaban umat manusia. Teknologi yang merupakan karya manusia tentu
juga merupakan suatu komponen turunan yang berasal dari kebudayaan sehingga
banyak Negara saat ini mulai menggali kembali karya budaya murni asal
negaranya.
Karya
budaya yang berupa teather atau seni pementasan sudah dikenal oleh Negara
Jepang dengan karya budaya Nogaku-nya,
yakni pertunjukan pementasan tradisi yang telah dikenal sejak abab 8. Lain
halnya dengan Negara Italia yang pada abad ke-19 mengembangkan L’Opera dei Pupi yakni teater boneka
yang menceritakan kepahlawanan serta lantunan syair Italia.
Untuk
karya budaya yang berupa alat musik tradisional Negara Cina sudah memiliki Quqin yang merupakan alat musik
tradisional menyerupai sitar sejak tahun 1000 SM seperti juga Irak dengan musik
tradisionalnya bernama Maqaam dengan
penyanyi yang melagukan syair klasik Arab. Pantai Gading juga patut berbangga
karena memiliki alat musik khas negaranya bernama Gbofe yakni sejenis terompet yang dipegang secara diagonal dan
digunakan pada upacara ritual.
Nyanyian
dan tari tradisional juga telah dikenal Vietnam dengan nama Nha nhac pada abad ke-15. Di Filipina
sejak abad ke-7 sudah mengenal Nyanyian Hudhud
suku Ifugao yang dinyanyikan di musim
tanam, musim panen dan upacara pemakaman. Di Rumania ada Tari Calus, di
Turki ada Tari Mevlevi Sema dan di
Zimbabwe ada Tari Mbende-Jerusarema.
Lalu bagaimana dengan karya budaya Indonesia,
Bangsa yang sangat kaya dengan berbagai suku, seni
dan budaya-nya?
Saat bangsa besar lainnya sibuk dengan
industrialisasinya kita masih beranjak dengan program pertanian. Disaat bangsa
lain sudah fasih membicarakan IT, kita masih sibuk menata bentuk berdemokrasi.
Ketika Negara seperti Malaysia mengklaim lagu rasa sayange dan reog ponorogo
sebagai produk original Negara mereka, lalu Amerika memastikan bahwa ukiran
bali merupakan bentuk desaign mereka, serta ketika Jepang menyatakan tempe
adalah salah satu makanan khas Nippon, Pada saat Negara-negara lainnya
menyadari pentingnya kebudayaan, sedang apakah kita saat itu?
Justru saat itu Indonesia sedang melacak
kasus pencurian benda-benda bersejarahnya yang raib dari koleksi Museum
Radyapustaka Solo, kita juga sibuk dengan keharusan mempatenkan seluruh karya
budaya kita sebelum diserobot pihak lain yang mengklaim kepemilikannya.
Sebegitu sibuknya kah kita sehingga kita melupakan filosofis terbentuknya
kebudayaan itu? Saya yakin bila kita mengerti akan makna utama dari suatu karya
budaya maka kita tidak perlu kelabakan kebakaran jenggot sibuk berebut
mempatenkan karya budaya yang jelas-jelas milik kita.
Definisi Budaya
Budaya menurut hasil kajian Alfred Krober dan
Clyde Kluckhohn (culture: Acritical
Review of concepts and definitions) dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti Geografi dan Geopolitik, Bahasa dan Agama, IPtek, Arkeologi dan
Antropologi. Dari beberapa faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya
adalah segala sesuatu keadaan yang berhubungan dengan perilaku manusia secara
perorangan maupun kelompok, bermasyarakat dan bernegara yang telah menjadi
tradisi. Menurut Edward B Tylor,
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Dengan demikian budaya sangat erat hubungannya dengan masyarakat, segala
sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki
oleh masyarakat itu sendiri.
Sinergi Positif –Negatif Kebudayaan
Kebudayaan yang menimbulkan sinergi positif
merupakan hasil karya manusia yang diterima dan membantu proses kehidupan dan
pekerjaan suatu masyarakat. Budaya antri, tidak merokok di tempat umum, gotong
royong, membuang sampah pada tempatnya, menghormati orang tua ataupun mandi dua
kali sehari merupakan beberapa contoh kebudayaan secara umum yang bersinergi
positif. Bila kebudayaan bersinergi positif ini dapat terus berkembang karena
secara harfiah manusia menginginkan keharmonisan, kedamaian dan kesejahteraan.
Secara lebih spesifik terdapat karya
budaya yang juga mencerminkan karakter suatu kelompok masyarakat. Kita mengenal
tari perang oleh suku dayak di Kalimantan Timur, tari piring oleh suku
Minangkabau dari Sumatera Barat maupun tari kecak dan Barong dari Bali. Secara
berurutan kita dapat mengetahui bahwa masyarakat suku dayak sering berperang,
orang Minang menyukai kuliner dan masyarakat Bali suka melakukan upacara adat
ritual. Karya budaya berupa tari perang yang dihasilkan suku dayak tidak akan
mungkin ditiru atau di klaim merupakan milik orang minang karena walau
bagaimanapun tidak cocok dengan karakter masyarakat minang yang suka
berdiplomasi untuk menyelesaikan masalah, demikian pula sebaliknya, tari piring
tidak mungkin diadaptasikan ke suku dayak yang leluhurnya lebih menyukai makan
apa adanya yang tersedia di hutan. Artinya budaya cermin dari karakteristik
masyarakatnya. Budaya suatu masyarakat menggambarkan bagaimana masyarakat
tersebut. Kita cukup melihatnya dari karya budaya yang dihasilkan untuk
mengetahui gambaran dari masyarakat itu.
Kebudayaan yang menghasilkan sinergi
negative tidak akan bertahan apalagi berkembang, hal ini disebabkan karena sinergi
negative tidak dibutuhkan dan dipergunakan seiring berkembangnya kehidupan
masyarakat. Sebagai contoh, budaya brutal seperti aksi pembakaran, melakukan
tindakan terror, merusak , menghujat dan lain sebagainya pada akhirnya tidak
diterima oleh masyarakat karena bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan
berkelompok, kesantunan bermasyarakat
maupun etika bernegara.
Setelah memahami beberapa hal di atas,
kembali kepada masalah kesibukan kita untuk mempatenkan produk kebudayaan
Indonesia, itu memang sudah semestinya dan seharusnya,namun kita tidak perlu
bergegas karena toh kebudayaan tidak akan berkembang bila tidak sesuai dengan
karakter kehidupan masyarakat. Justru
saat ini yang lebih diperlukan adalah penguatan kembali akar kebudayaan
Indonesia, banyak anak-anak Indonesia-bahkan orang dewasa sekalipun- tidak
mengetahui karya budaya Indonesia. Ada baiknya kita memulai menggiatkan
kehidupan sanggar seni, tari, patung, peningkatan kualitas pengolahan makanan
tradisional, produk tekstil khas daerah, senjata adat dan sebagainya untuk
diperkenalkan dan diwariskan sejak dini pada anak cucu kita. Sungguh sebuah
mimpi yang mengerikan bila suatu hari mendatang anak-anak Minang bertepuk tangan
mengagumi Tari Indang yang dibawakan oleh penari Malaysia, lalu anak-anak Jawa
menikmati keindahan wayang golek yang dibawakan oleh dalang dari Thailand, atau
anak-anak makasar yang keenakan makan Coto di Filipina, dan semua anak-anak
membayar apa yang mereka nikmati tanpa mengetahui kalau seluruh karya budaya
yang mereka nikmati sebenarnya hasil masterpiece
dari nenek moyang mereka, justru seharusnya merekalah yang berhak mendapatkan
royalty atas berkembangnya kebudayaan Indonesia.
Untuk
itu, janganlah kita bersikap skeptis terhadap perhatian pemerintah untuk
mengembangkan kebudayaan, memang secara tidak langsung kita tidak dapat
menghitung jumlah profit yang akan didapatkan dari setiap event kebudayaan yang
digelar, namun lebih dari itu kita telah mempersiapkan benteng yang kuat agar
di kemudian hari kita tidak menjadi masyakarat yang latah akan budaya asing,
tapi kita telah menjadi masyarakat mapan yang mempunyai jati diri di
tengah-tengah kebudayaan dunia.
*******
*Telah Terbit di Harian Pagi Singgalang, Senin 10 Desember
2007
What is the coin casino? - Casinoworld
BalasHapusCoin Casino FAQ — Coin Casino FAQ — Coin Casino 인카지노 FAQ 메리트카지노 You can do whatever you want by creating your own account through a browser 샌즈카지노 on an account. It's pretty basic. The