Senin, 20 Januari 2014

MELESTARIKAN KARYA BUDAYA INDONESIA*




                           
                                                  
Dalam era globalisasi ini bukan saja teknologi, informasi dan  komunikasi yang merupakan kunci ke-adikuasa-an suatu Negara namun kebudayaan juga merupakan faktor utama bagi kemajuan peradaban umat manusia. Teknologi yang merupakan karya manusia tentu juga merupakan suatu komponen turunan yang berasal dari kebudayaan sehingga banyak Negara saat ini mulai menggali kembali karya budaya murni asal negaranya.
Karya budaya yang berupa teather atau seni pementasan sudah dikenal oleh Negara Jepang dengan karya budaya Nogaku-nya, yakni pertunjukan pementasan tradisi yang telah dikenal sejak abab 8. Lain halnya dengan Negara Italia yang pada abad ke-19 mengembangkan L’Opera dei Pupi yakni teater boneka yang menceritakan kepahlawanan serta lantunan syair Italia.
Untuk karya budaya yang berupa alat musik tradisional Negara Cina sudah memiliki Quqin yang merupakan alat musik tradisional menyerupai sitar sejak tahun 1000 SM seperti juga Irak dengan musik tradisionalnya bernama Maqaam dengan penyanyi yang melagukan syair klasik Arab. Pantai Gading juga patut berbangga karena memiliki alat musik khas negaranya bernama Gbofe yakni sejenis terompet yang dipegang secara diagonal dan digunakan pada upacara ritual.
Nyanyian dan tari tradisional juga telah dikenal Vietnam dengan nama Nha nhac pada abad ke-15. Di Filipina sejak abad ke-7 sudah mengenal Nyanyian Hudhud suku Ifugao yang dinyanyikan di musim tanam, musim panen dan upacara pemakaman. Di Rumania ada Tari Calus, di Turki ada Tari Mevlevi Sema dan di Zimbabwe ada Tari Mbende-Jerusarema. Lalu bagaimana dengan karya budaya Indonesia,
Bangsa yang sangat kaya dengan berbagai suku, seni dan budaya-nya?
Saat bangsa besar lainnya sibuk dengan industrialisasinya kita masih beranjak dengan program pertanian. Disaat bangsa lain sudah fasih membicarakan IT, kita masih sibuk menata bentuk berdemokrasi. Ketika Negara seperti Malaysia mengklaim lagu rasa sayange dan reog ponorogo sebagai produk original Negara mereka, lalu Amerika memastikan bahwa ukiran bali merupakan bentuk desaign mereka, serta ketika Jepang menyatakan tempe adalah salah satu makanan khas Nippon, Pada saat Negara-negara lainnya menyadari pentingnya kebudayaan, sedang apakah kita saat itu?
Justru saat itu Indonesia sedang melacak kasus pencurian benda-benda bersejarahnya yang raib dari koleksi Museum Radyapustaka Solo, kita juga sibuk dengan keharusan mempatenkan seluruh karya budaya kita sebelum diserobot pihak lain yang mengklaim kepemilikannya. Sebegitu sibuknya kah kita sehingga kita melupakan filosofis terbentuknya kebudayaan itu? Saya yakin bila kita mengerti akan makna utama dari suatu karya budaya maka kita tidak perlu kelabakan kebakaran jenggot sibuk berebut mempatenkan karya budaya yang jelas-jelas milik kita.
Definisi Budaya
Budaya menurut hasil kajian Alfred Krober dan Clyde Kluckhohn (culture: Acritical Review of concepts and definitions) dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti Geografi dan Geopolitik, Bahasa dan Agama, IPtek, Arkeologi dan Antropologi. Dari beberapa faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya adalah segala sesuatu keadaan yang berhubungan dengan perilaku manusia secara perorangan maupun kelompok, bermasyarakat dan bernegara yang telah menjadi tradisi.   Menurut Edward B Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian budaya sangat erat hubungannya dengan masyarakat, segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Sinergi Positif –Negatif Kebudayaan
Kebudayaan yang menimbulkan sinergi positif merupakan hasil karya manusia yang diterima dan membantu proses kehidupan dan pekerjaan suatu masyarakat. Budaya antri, tidak merokok di tempat umum, gotong royong, membuang sampah pada tempatnya, menghormati orang tua ataupun mandi dua kali sehari merupakan beberapa contoh kebudayaan secara umum yang bersinergi positif. Bila kebudayaan bersinergi positif ini dapat terus berkembang karena secara harfiah manusia menginginkan keharmonisan, kedamaian dan kesejahteraan.
Secara lebih spesifik terdapat karya budaya yang juga mencerminkan karakter suatu kelompok masyarakat. Kita mengenal tari perang oleh suku dayak di Kalimantan Timur, tari piring oleh suku Minangkabau dari Sumatera Barat maupun tari kecak dan Barong dari Bali. Secara berurutan kita dapat mengetahui bahwa masyarakat suku dayak sering berperang, orang Minang menyukai kuliner dan masyarakat Bali suka melakukan upacara adat ritual. Karya budaya berupa tari perang yang dihasilkan suku dayak tidak akan mungkin ditiru atau di klaim merupakan milik orang minang karena walau bagaimanapun tidak cocok dengan karakter masyarakat minang yang suka berdiplomasi untuk menyelesaikan masalah, demikian pula sebaliknya, tari piring tidak mungkin diadaptasikan ke suku dayak yang leluhurnya lebih menyukai makan apa adanya yang tersedia di hutan. Artinya budaya cermin dari karakteristik masyarakatnya. Budaya suatu masyarakat menggambarkan bagaimana masyarakat tersebut. Kita cukup melihatnya dari karya budaya yang dihasilkan untuk mengetahui gambaran dari masyarakat itu.
Kebudayaan yang menghasilkan sinergi negative tidak akan bertahan apalagi berkembang, hal ini disebabkan karena sinergi negative tidak dibutuhkan dan dipergunakan seiring berkembangnya kehidupan masyarakat. Sebagai contoh, budaya brutal seperti aksi pembakaran, melakukan tindakan terror, merusak , menghujat dan lain sebagainya pada akhirnya tidak diterima oleh masyarakat karena bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan berkelompok, kesantunan bermasyarakat  maupun etika bernegara.
Setelah memahami beberapa hal di atas, kembali kepada masalah kesibukan kita untuk mempatenkan produk kebudayaan Indonesia, itu memang sudah semestinya dan seharusnya,namun kita tidak perlu bergegas karena toh kebudayaan tidak akan berkembang bila tidak sesuai dengan karakter kehidupan masyarakat.  Justru saat ini yang lebih diperlukan adalah penguatan kembali akar kebudayaan Indonesia, banyak anak-anak Indonesia-bahkan orang dewasa sekalipun- tidak mengetahui karya budaya Indonesia. Ada baiknya kita memulai menggiatkan kehidupan sanggar seni, tari, patung, peningkatan kualitas pengolahan makanan tradisional, produk tekstil khas daerah, senjata adat dan sebagainya untuk diperkenalkan dan diwariskan sejak dini pada anak cucu kita. Sungguh sebuah mimpi yang mengerikan bila suatu hari mendatang anak-anak Minang bertepuk tangan mengagumi Tari Indang yang dibawakan oleh penari Malaysia, lalu anak-anak Jawa menikmati keindahan wayang golek yang dibawakan oleh dalang dari Thailand, atau anak-anak makasar yang keenakan makan Coto di Filipina, dan semua anak-anak membayar apa yang mereka nikmati tanpa mengetahui kalau seluruh karya budaya yang mereka nikmati sebenarnya hasil masterpiece dari nenek moyang mereka, justru seharusnya merekalah yang berhak mendapatkan royalty atas berkembangnya kebudayaan Indonesia.
Untuk itu, janganlah kita bersikap skeptis terhadap perhatian pemerintah untuk mengembangkan kebudayaan, memang secara tidak langsung kita tidak dapat menghitung jumlah profit yang akan didapatkan dari setiap event kebudayaan yang digelar, namun lebih dari itu kita telah mempersiapkan benteng yang kuat agar di kemudian hari kita tidak menjadi masyakarat yang latah akan budaya asing, tapi kita telah menjadi masyarakat mapan yang mempunyai jati diri di tengah-tengah kebudayaan dunia.

*******
 *Telah Terbit di Harian Pagi Singgalang, Senin 10 Desember 2007







1 komentar:

  1. What is the coin casino? - Casinoworld
    Coin Casino FAQ — Coin Casino FAQ — Coin Casino 인카지노 FAQ 메리트카지노 You can do whatever you want by creating your own account through a browser 샌즈카지노 on an account. It's pretty basic. The

    BalasHapus